What I Thought About 500th Year Anniversary of Leonardo da Vinci

Berkat pertemuan saya dengan seorang sutradara dan aktor Italia senior bernama Massimiliano Finazzer Flory di Jakarta pada 2017 silam, tidak disangka membuat saya mengawali 2019 dengan menghadiri perayaan 500 tahun Leonardo da Vinci di National Gallery, Trafalgar Square, London. Acara ini menjadi bagian dari rangkaian karya Finazzer Flory dengan topik Leonardo da Vinci, sosok yang meninggal pada 1519 di era Renaissance dan dikenal sebagai maestro dari paleontology, ichnology, arsitektur, seni pahat, sains, teknik mesin, literatur, anatomi, sejarah, cartography, dan diyakini sebagai salah satu pelukis terbaik sepanjang masa.

(Foto: Dok. Abi Ismail)

Acara dimulai dengan private group tour untuk mengamati karya Leonardo da Vinci yang berjudul "La Vergine delle Roce" atau "The Virgin of The Rocks’"(about 1491/2-9 and 1506-8). Da Vinci melambangkan Bunda Maria sebagai jembatan yang sempurna bagi umat manusia, sedangkan latar belakang yang berbatu mereferensikan dunia saat awal masa penciptaan. Selanjutnya, siapa yang tidak mengenal masterpiece Leonardo da Vinci seperti The Last Supper dan Mona Lisa? Maha karya tersebut menggambarkan bagaimana seorang jenius melihat dunia dan menggores masa depan.

“His masterpieces are the marking point of history of art. And he continues to inspire contemporary art and a lot of artist.”

– Filippo del Corno (The Deputy Major for Culture of Municipality of Milan)

Sepanjang hidupnya, karya-karya Leonardo da Vinci mencakup penemuan-penemuan muktahir yang lahir jauh sebelum waktunya. Salah satu contohnya adalah desain helikopter yang ia ciptakan pada 1493, sedangkan helikopter baru pertama kali mengudara 450 tahun kemudian. Memang layak bila Leonardo da Vinci disebut sebagai “a genius inventor ahead of his time.”

(Foto: Dok. Abi Ismail)

Saat kami semua memasuki ruangan acara setelah private group tour untuk The Virgin of The Rocks, acara pun siap dimulai. Diawali dengan opening speech oleh Filippo del Corno, The Deputy Major for Culture of Municipality of Milan, yang menjelaskan bahwa Leonardo menghabiskan hidupnya paling lama di Kota Milan. Dan Milan penuh dengan karya Leonardo dari The Last Supper (1495-1498) yang berlokasi di gereja Santa Maria delle Grazie dan ruangan Salla delle Asse di Castello Sforzesco yang penuh dengan dekorasi buatan oleh Leonardo da Vinci.

(Foto: Dok. Abi Ismail)

Setelah itu Justine Simons, The Deputy Mayor for Culture and The Creative Industries of London, naik ke panggung dan memberikan speech yang menjadi kesukaan saya malam itu. Ia mengatakan bahwa di tengah riuhnya hubungan UK dan EU karena Brexit, London dan Milan tetap bekerja sama di dalam naungan seni dan budaya. “That cultures are the bridge of our shared values and if any global city want to be successful the answer is culture. Culture is what bring people to our city and creative industry generates economy. Culture brings us together with creativity as the way of thinking. Life without art will be a series of email and imagine the world without creativity – without artist, engineer and designer. Without creativity the world would be without light, art and internet.”

Terakhir ditutup oleh speech dari Martin Kemp, Emeritius Professor of The Oxford University, author of Living with Leonardo (Thames & Hudson 2018) yang menjelaskan bahwa Leonardo da Vinci sebagai polymath. Inti dari polymath adalah the depth of intensity and all the diversity relates to one central core. Bagaimana Leonardo melihat dunia secara keseluruhan dan ingin menembus sejarah dan masa depan dengan ciptaan-ciptaannya. Beberapa kalimatnya yang menggambarkan yaitu, Leonardo sangat terinspirasi oleh the body of woman and the body of the earth, the natural desire of a good men is knowledge, dan if you see insight your mind no living being moves toward nothing.

(Foto: Dok. Abi Ismail)

Being Leonardo, is a film production on Leonardo the innovator the hero of our time, who has invented the future. It is therefore a one-of-a-kind film with the face and the words of Leonardo to celebrate excellence as a reference model. Scientist, painter, designer, Leonardo as a man, his machines that changed the way of thinking about art, technique and science.

– Massimiliano Finazzer Flory (director and actor of Being Leonardo)

Acara malam itu juga menyertakan screening film berjudul "Being Leonardo" yang disutradarai dan dimainkan oleh Massimiliano Fnazzer Flory di bawah produksi Rai Cinema. Adapun salah satu pernyataan Da Vinci dari penggalan film "Being Leonardo’" yang benar-benar membekas di pikiran saya hingga saat ini, yaitu; “A good painter has to be able to paint a man and what’s inside his mind. The first one is easy, the second one is not.”