Wawancara Dul Part. 2: Seorang Dul Pernah Dibayar dengan Nasi Bungkus?

Belakangan, sosok Abdul Qodil Jaelani atau yang akrab disapa “Dul” semakin mengundang diskusi di jagad maya melalui beragam hal. Berbekal nama besar kedua orang tuanya, Ahmad Dhani dan Maia Estianty, tentu kehidupan seorang Dul tak akan pernah bisa luput dari sorotan masyarakat Tanah Air. Apa boleh dikata, terlahir dari dua musisi jenius Indonesia yang berhasil menghasilkan karya-karya luar biasa beserta beragam pemberitaan ini-itu, tentu Dul tak hanya terbiasa hidup dalam kemewahan, namun juga bayang-bayang komentar bebas yang mau tak mau menempel pada dirinya. Masyarakat Indonesia seakan tahu cerita mengenai kehidupannya, tapi apakah mereka tahu bagaimana sosok Abdul Qodil Jaelani yang sebenarnya?

Perjumpaan pertama kali saya dengan Dul berhasil mematahkan persepsi umum mengenai anak selebritas. Meski keterlambatan menjadi sesuatu yang biasa ketika mewawancarai seorang public figure, Dul tetap dengan rendah hati meminta maaf kepada seluruh tim siang itu. Perbincangan panjang saya bersamanya memberi penilaian yang tidak saya sangka. Rasanya setiap tragedi yang terjadi di dalam hidupnya mampu membentuk kepribadian Dul menjadi sosok yang dewasa. Everything indeed happens for a reason. We think we know him, but do we really know him?

Abdul Qodil Jaelani in Givenchy and Massimo Dutti (Foto: Dok. CLARA / Fotografer: Randy Affandi)

Anda sudah terjun ke industri musik sejak kecil. Saya juga sekali dengan lagu Bukan Superman dari band Anda dengan kakak-kakak, The Lucky Laki. Tapi apakah masuknya Dul ke dunia musik merupakan paksaan dari orang tua?
Awalnya The Lucky Laki memang disuruh oleh ayah. Jadi, instrumen pertama yang saya mainkan adalah bass, diajari oleh ayah. Dulu, jadinya seperti robot, mengikuti kata ayah saja, belum mengerti apa-apa. Tapi dari sana, saya jadi kecanduan nge-band. Akhirnya, di kelas SMP 1, saya sudah mulai nge-band bersama teman-teman. Saat itu juga Al [Ahmad Al Ghazali Kohler, kakak pertama Dul -red] sedang aktif nge-DJ, El [El Jalaluddin Rumi, kakak kedua Dul -red] sudah dekat Ujian Nasional. Jadi, daripada nganggur dan ngelamun, lebih baik saya buat band dengan teman-teman, namanya Back Door, grunge aliran musiknya. Tidak memikirkan uang sama sekali, hanya untuk kesenangan pribadi saja. Kita main di gigs underground, hanya dibayar nasi bungkus saja kita sudah senang. 

 

Wah, seorang Dul bahkan pernah dibayar dengan nasi bungkus! Apakah Anda punya musisi idola dari dalam ataupun luar negri?
Selain ayah dan bunda, ya?

 

Hahaha, iya, selain ayah dan bunda, siapa?
Bisa dibilang, Ari Lasso.

 

Tetap berhubungan dengan Dewa19, ya? Hahaha
Tapi kan dia solo sekarang. Soalnya, kalau nyanyi, saya sering meniru Om Ari Lasso. Dari karakter vokal, dari gaya manggung, dari cari berinteraksi dengan penonton, mencoba niru-niru Om Ari Lasso. Tapi, selalu gagal. 

Abdul Qodil Jaelani in Massimo Dutti (Foto: Dok. CLARA / Fotografer: Randy Affandi)

Secara personal, apakah dekat juga dengan Ari Lasso?
Baru dekat akhir-akhir ini karena kemarin sempat ada konser 25 tahun berkaryanya Om Ari Lasso. Waktu itu tiba-tiba saya ditelepon oleh Om Ari Lasso langsung untuk mengiringi lagu Cinta Kan Membawamu Kembali. Dari situ, saya mulai kagum dengan Om Ari. Kok bisa dia seru, tidak kaku, asyik, kan susah ya. Dan, kalau nonton konser musik Indonesia, memang saya kebanyakan nonton Dewa saja. Jadi, saya nge-fans sekali dengan Om Ari. Waktu saya take single lagu Mama Tolonglah, saya merem membayangkan kalau saya Om Ari Lasso, tapi gagal. Soalnya suara Om Ari kan bagus, sedangkan saya biasa saja. 

 

Ah, bisa saja. Kalau musisi dari luar negri, siapa yang menjadi idola Anda?
John Lennon. Karena, dia sangat jujur dan membela kemanusiaan dan keadilan. Lirik-liriknya kalau ditelaah lebih dalam, seperti Working Class Hero atau Imagine, saya merasa John Lennon seperti kakak saya sendiri. Seperti sedang sendiri di rumah, John Lennon menjadi sosok ayah. Jadi, ideologi musik saya lebih ngambil ke arah John Lennon. 

 

Bagaimana rasanya ketika kemarin tampil di konser Dewa? Wah, itu sempat viral sekali. 
Waktu itu sebenarnya tepat di waktu ayah mendapatkan keputusan hakim. Jadi, Dewa kesulitan untuk mencari pengganti. Om Once dan lain-lain sebenarnya sudah merekomendasikan keyboardist handal untuk posisi ayah. Namun, untungnya saya dan Om Ari sering nge-band bareng. Saya juga sering membuat Tribute To Dewa, karena memang menggemari dan hafal lagu-lagu Dewa. Jadi, Om Ari yang menyarankan, katanya untuk apa mencari orang lain, Dul saja. Salah-salah tidak apa, yang penting dapat darahnya. Jadi, terima kasih Om Ari Lasso. Sempat nangis pun sebenarnya tidak hanya menangisi ayah. Sebelum manggung, dari belakang panggung sudah berpelukan dengan keluarga dan berdoa untuk kesuksesan konser. Saat itu juga sudah menangis karena atmosfernya berasa banget. Konser di Malaysia, penuh dengan penonton, ada keyboard ayah, dan saya pun menggantikan posisinya, itu seolah mimpi yang tidak diduga, rezeki yang tak disangka. Dan, waktu nangis ya, tidak sekadar menangisi ayah, namun campur aduk dengan rasa terharu dan bangga. Lagu yang dimainkan saat itu juga Cinta Kan Membawamu Kembali, otomatis juga nangisin mantan, dong. Hahaha...

Abdul Qodil Jaelani in Givenchy and Massimo Dutti (Foto: Dok. CLARA / Fotografer: Randy Affandi)

Hahaha… Adakah satu lagu dari Dewa yang paling personal bagi Anda?
Lagu berjudul Cinta di album Bintang Lima. Satu-satunya lagu Dewa yang bisa membuat saya menangis ketika sedang sendirian di kamar. Jadi, lagi dengerin lagu, sebelumnya lagu Noah yang berjudul Separuh Aku, wah sudah galau itu. Saya kan orangnya sangat menjiwai lagu. Lalu, lagu berikutnya lagu Cinta. Saat bagian interlude dimainkan oleh Om Andra, langsung nangis. Nangisnya campur aduk, bertanya-tanya juga kok ayah bisa yah membuat lagu seperti ini, dan mikirin mantan juga... Hahaha

 

Bagaimana Dewa di mata seorang Dul?
Kalau bukan dari segi anak, setelah era Almarhum Om Chrisye, God Bless, menurut saya Dewa19 itu band terbaik di Indonesia. Lirik-liriknya tidak hanya membicarakan tentang cinta, Dewa banyak berbicara tentang keresahan anak muda, sosial, kesepian, kesendirian, perjuangan hidup. Liriknya bisa dirasakan oleh semua manusia. Jadi, bisa dibilang saya adalah salah satu die hard fans Dewa 19, Baladewa. Jadi, beruntung sekali kemarin bisa menggantikan ayah.

 

Apa inspirasi dari lagu Mama Tolonglah? Siapakah “Dia" di dalam lirik tersebut?
Sebenarnya saya tidak ingin pendengar Mama Tolonglah memiliki persepsi seolah-olah sosok ‘dia hanya perempuan. Saya ingin pendengar musik saya menjelajahinya sendiri. "Ku tak bisa melupakan dia”, bisa tergantung pendengarnya sendiri. Bisa saja tidak bisa melupakan ponselnya, mantannya, ibunya, playstation-nya? Tergantung persepsi masing-masing. Namun, memang setiap syairnya di lagu tersebut saya persembahkan untuk bunda. Karena saya dan bunda sering melakukan perbincangan mendalam tentang kehidupan, tentang agama, tentang Tuhan. Di dalam lagunya ada lirik “Benarkah tak ada derita dalam Surga, Namun mengapa langit masih menangis saja?”, sebenarnya saya nanya sama bunda. Bunda selalu bilang, sabar, sabar is the best. Maka, ada juga lirik “Benarkah jauh kian akan serasa dekat bila kau hembuskan nafas tinggi ke angkasa?”, itu sebenarnya setiap syair dipersembahkan untuk bunda. Karena bagaimanapun juga, bunda adalah tempat curhat paling enak. Kalau ayah, lebih ke sharing man to man, masalah dunia. Kalau masalah hati terdalam, saya lebih nyaman dengan bunda. Jadi, semua syair di Mama Tolonglah itu untuk bunda, apa salahnya minta tolong sama mama?

Abdul Qodil Jaelani in Givenchy and Massimo Dutti (Foto: Dok. CLARA / Fotografer: Randy Affandi)

Kami juga berbincang mengenai pandangan Dul terhadap ayah, ibu, dan kakak-kakaknya. Apa arti keluarga bagi Dul? Sila klik di sini untuk membaca lebih lanjut.


Credits:
Fotografer: Randy Affandi (@randy.afandi) // Penata Gaya: Dinda Indiastari (@dindaindstr) // Penata Rias dan Rambut: Abiella Amanda (@abielamanda) // Ast. Penata Gaya: Ginza Setiawan (@ginza____) .