Situationship

Siap-siap ‘baper’, tanya-tanya status, dan mulai menangis di pojokan.

Common Sense

 

Mungkin saya harus lebih sering lagi bertemu dengan Gen-Z ibukota saat ini. Beberapa hari yang lalu saya bertemu dengan sepupu saya yang terpaut belasan tahun dari saya, dan ketika kami terlibat suatu pembicaraan mengenai pasangan. Ternyata generasi ini mempunyai caranya sendiri untuk mengatasi problem mental akibat asmara yang seringkali menghacurkan mereka.

 

“Kak, kalau saat ini aku lebih memilih situationship!”…seraya tertawa ia pun menjelaskan bahwa generasi sekarang lebih sering mendapatkan problema mental daripada generasi-generasi sebelumnya. Hhhmm istilah apalagi nih? Sebut saja semua vocabulary munculnya dari generasi strawberry ini. Mulai dari ghosting, gaslighting, healing dan banyak lagi istilah-istilah kekinian yang menyangkut emosi manusia.

 

Memang menariknya situationship apa?

Dalam hubungan seperti ini pasangan tersebut tidak perlu melibatkan perasaan terlalu dalam, sehingga mencegah terkikisnya perasaan dari situasi toxic relationship. Hal ini dikarenakan tidak ada komitmen dan tujuan dari hubungan tersebut. 

 

Jika pada umumnya suatu pasangan yang terlibat komitmen biasanya akan mempunyai rasa kepemilikan yang lebih. Sehingga seringkali menimbulkan cek-cok diantara keduanya. Rasa posesif pun akan timbul, berkat banyaknya larangan tidak boleh ini dan itu. Sehingga seringkali hubungan tersebut isinya hanya konflik.

Photo by Tim Mossholder - Pexels.com

Disisi lain suatu komitmen pun diikuti dengan tanggung jawab yang diemban oleh keduanya. Yakni harus mengabari setiap hari, harus menyediakan waktu untuk quality time, dan beratnya lagi sang pria umumnya harus membiayai sang wanita untuk segala kebutuhan dan kesenangannya.

 

Sementara pada pola hubungan situationship tersebut, tidak ada kewajiban dan tanggung jawab yang menyangkut tetek bengek satu sama lain. Kapan Anda available maka pertemuan dan komunikasi barulah dijalankan. Menarik kan! Ditambah pula rules hubungan dapat dijalankan semau Anda. Apakah melibatkan hubungan ranjang atau tidak itu tergantung pelakunya.

 

Dari sisi resiko ‘korban perasaan’ mungkin jauh lebih ringan daripada relationship. Namun tetap harus ada harga yang wajib dibayarkan, yakni Anda harus siap apabila suatu saat ternyata perasaan ingin lebih itu muncul. Dalam artian investasi perasaan yang telah dilalui ternyata menginginkan naik status. Ibarat anak sekolah, bosen juga kali yah kalau harus kelas satu terus, pasti ingin juga naik ke kelas dua.

 

Nah maka bersiaplah kalau suatu saat Anda terjebak dalam jebakan betmen yang Anda buat sendiri. Siap-siap ‘baper’, tanya-tanya status, dan mulai menangis di pojokan.

“Emang boleh se-bucin itu?”

 

Opening Photo by:  D??ng Nhân - Pexels.com