Quality VS Quantity

Common Sense

 

Pernahkah Anda berada dalam situasi dimana ketidaksamaan visi dalam suatu pekerjaan/bisnis dengan partner kerja ataupun mungkin pemilik perusahaan di tempat Anda bekerja? Sementara untuk mencapai suatu kesuksesan dibutuhkan keselarasan pemikiran agar dapat berjalan dengan bagaimana mestinya.

 

Kiranya keseribu kalinya saya mendengar permasalahan ini, dari teman-teman seangkatan saya yang kini masing-masing sedang merintis usahanya. Dalam suatu bisnis umumnya mempunyai satu orang yang berpegang teguh kepada branding, kualitas, estetik dan signature dari produk yang mereka ciptakan. Sementara satu orang lainnya lebih berorientasi kepada angka. Maka dialah yang memikirkan bagaimana margin harus diterima sesuai dengan ekspektasi perhitungannya. Nah orang yang seperti ini umumnya sangat berorientasi pada hasil, maka ia tidak peduli bagaimana proses dan cara untuk mendapatkan nilai akhir tersebut. Karena dalam kamus mereka yang terpenting adalah kuantitas, dan untung yang besar.

 

Nah seringkali kedua kepala yang memiliki prinsip berbeda ini akan saling berbenturan. Tentu tidak ada yang salah dengan dua orang tersebut yang mempunyai prinsip berbeda. Karena masing-masing tentu ingin usaha mereka berhasil dan sukses. Tapi jalan mana yang mau dipilih? Jalan tol atau jalan biasa? Karena jika kita hanya berfokus kepada idealisme branding tentu sales akan lambat untuk ditempuh.

 

Kedua tipe perbedaan tersebut justru sangat dibutuhkan untuk kelangsungan perusahaan tersebut, ibarat medan magnet yang berbeda keduanya justru akan berpegangan erat. Sementara kedua medan magnet yang memiliki dua arus yang sama justru akan saling berjauhan antara satu sama lain. Namun bagaimana mencari selahnya agar perbedaan kepala tersebut dapat diatasi?

 

Yang pertama sebelum kedua belah pihak deal untuk bekerjasama adalah dengan membuat persetujuan hitam putih, yang menjelaskan satu persatu hal-hal apa saja yang dapat atau tidak boleh dilakukan, yang mana isi kesepakatan tersebut harus menguntungkan kedua belah pihak dan melindungi juga masing-masing pihak.

 

Yang kedua, adalah menyiapkan SOP kerja yang harus dipatuhi oleh setiap pihak. Dalam hal ini apabila kinerja ada yang tidak sesuai maka dapat ditelusuri penyebab ketidaksempurnaan proses kerja.

 

Lalu yang terakhir adalah adanya rasa toleransi antara para pihak dalam kerjasama tersebut, artinya harus menghargai hak dan kewajiban masing-masing. Karena Perusahaan tersebut bukan hasil pekerjaan satu orang, melainkan hasil buah pikiran dan pekerjaan bersama. Dengan kata lain setiap orang yang tergabung didalamnya adalah  ‘Team Player’. 

 

 

Photo by Fauxels – Pexels.com