I Left My Heart in Madinah

Haute Culture

 

Physically here, but mentally not here. Berat sekali rasanya menjejaki tanah air setelah meninggalkan kota Madinah, walaupun mengunjungi kota tersebut kurang dari satu minggu.

 

Kendati ini bukan pertama kalinya saya mengunjungi kota suci tersebut, namun kunjungan kali ini terasa begitu membekas. Memang dapat dikatakan pertama kali saya mengunjungi kota Madinah dulu, saya masih terlalu kecil. Hingga tak sedikit pun memori yang melintas di benak saya, bahkan aktivitas apa yang dilakukan disana saya pun belum mengerti.

Akhir bulan Januari yang lalu saya mendapatkan kesempatan kedua untuk memenuhi undangan Sang Pencipta, Allah SWT mengunjungi tanah suci Mekkah dan Madinah untuk menjalankan ibadah umroh. Dan setelah menjadi manusia dewasa, baru kali pertama inilah saya menjalankan ibadah lengkap di tanah haram tersebut. Dan rupanya Madinah telah mencuri hati saya.

 

Di tengah suhu musim dingin yang mencapai suhu 5 derajat celcius dipagi hari, kota Madinah justru memberikan kehangatan. Seolah kota itu memberikan pelukan tulus kepada siapa saja yang datang mengunjunginya. Bagi saya kota ini ibarat tersenyum. Kecakapan dan keramahannya seolah terbesit dalam warna langit yang kerap berganti disetiap waktunya.

Di pagi hari langit kota Madinah terbagi dalam 3 susun gradasi warna dari ungu hingga jingga, dan ketika siang hari langit tersebut membiru layaknya air laut, sementara disaat sunset langit pun berubah menjadi warna champagne. 

 

Kota ini adalah kota kedua yang dikunjungi oleh umat Muslim untuk beribadah, setelah Mekkah. Kota yang merupakan tempat Nabi Muhammad SAW hijrah selama 13 tahun sebelum akhirnya Ia meninggal dunia di kota tersebut. Dan di kota inilah terdapat Mesjid Nabawi seluas 400.000 meter persegi yang dapat menampung 1,5 juta orang untuk beribadah di dalamnya.

Masjid Nabawi yang dibangun pada 622 M yang silam. Pada awalnya belum sebesar sekarang. Dahulu area Masjid Nabawi ini adalah sebuah kota kecil Madinah yang ditempati dengan penduduk (rumah-rumah penduduk yang merupakan para sahabat Nabi Muhammad SAW), sementara pada saat ini area perumahan disekeliling Masjid tersebut telah disatukan menjadi sebuah kesatuan Masjid Nabawi yang besar.

Maka tak heran jika berjalan menyisiri pelataran Masjid Nabawi tersebut amatlah melelahkan. Karena mengitari seluruh area Masjid sama halnya dengan berjalan di dalam kota.

 

Di dalam Masjid Nabawi pun terdapat makam Nabi Muhammad SAW. Yang mana menjadi tempat yang paling dituju oleh umat muslim ketika berziarah ke kota Madinah. Disinilah umat muslim dunia menumpahkan segala perasaan hatinya. Sebuah energi luar biasa yang mengharukan secara spontan tak dapat dibendung.

Dapat dikatakan berbagai macam perasaan campur aduk ketika saya menapaki kota Madinah. Baru saja melihat pagar besi Masjid Nabawi telah membuat saya meneteskan air mata. 

 

Mungkin setiap kota di dunia ini mempunyai pesonanya masing-masing. Namun bagi saya kota Madinah memiliki keterlibatan emosi yang belum pernah saya rasakan sebelumnya. Sebuah kota yang enggan untuk saya tinggalkan, dan selalu dirindukan.