Media Circus

Kehidupan media sosial saat ini layaknya pertunjukkan sirkus. Tinggal Anda yang pilih mau sirkus lokal atau internasional.

Common Sense

Sarana media sosial saat ini sudah jauh dari fungsi aslinya yakni sebagai platform digital yang menyediakan fasilitas untuk melakukan aktivitas sosial bagi setiap penggunanya. Selain itu media sosial juga merupakan tools untuk berinteraksi tanpa dibatasi ruang dan waktu.

Namun seiring berjalannya waktu media sosial menjadi ajang untuk menggulung opini masyarakat, semakin digulung maka semakin besar pula lah hasilnya, layaknya bola salju yang digulingkan diatas permukaan salju untuk menjadi besar.

Foto: Cottonbro Studio - Pexels.com

 

Kalau ada asap maka pasti ada apinya. Sebuah permasalahan kecil seorang public figur maka akan memiliki beragam cabang pemikiran apabila dituangkan ke ranah media sosial. Apalagi apabila ditampilkan secara live, secara blak-blakan dan transparan. Maka para viewer atau yang dikenal dengan netizen ini pun akan berpuas hati untuk menyaksikannya secara berjam-jam. Uniknya lagi para netizen pun akan membuat video reaction versi opini pemikiran mereka sendiri. Sebuah permasalahan akan digiring untuk memancing para viewer lainnya.

 

Sehingga ketika opini tersebut berkembang dan diamini oleh masyarakat, lalu makin memancing public figur lainnya untuk menciptakan bara api, maka akan semakin sukses pula lah berita tersebut. Salah satunya berita KDRT yang dialami oleh seorang artis ibukota, hingga isu pertikaian antara seorang artis ibukota dan diva media sosial yang baru datang dari Jerman tersebut. Perang mulut diantara keduanya pun ditampilkan secara live tanpa ada saringan. Dan para netizen pun diajak untuk menyaksikan dan bebas memberikan tangggapan, mulai support hingga memanaskan situasi. Yang mana saya yakin bahwa para viewer tersebut pun sedang bertepuk tanggan dan tersenyum puas menyaksikan adu mulut diantaranya. Ibarat sebuah pertunjukkan sirkus yang sedang berlangsung di depan mata mereka.

Foto: Mikoto.raw - Pexels.com

 

Setiap statement yang dilafalkan oleh kedua figur tersebut pun akan “digoreng” kembali oleh para netizen. Bumbu-bumbu pertikaian pun bertebaran di media sosial. Saya masih ingat jika pada tahun 90-an ketika belum ada media sosial, dan hanya ada surat kabar, tabloid dan infotainment maka masyarakat hanya sekedar menyaksikan saja tanpa ada melontarkan opini. Menikmati berita tersebut hanya sekedar pengisi waktu luang dan menambah wawasan semata. Sementara zaman sekarang, berita yang ditampilkan di media sosial justru menjadi suatu content yang di repost dan dibumbui sedemikian rupa untuk materi panjat sosial akun pribadi mereka.

 

Lantas apa untungnya menggiring suatu permasalahan orang lain, lalu menambahkan opini pribadi dan menggiring bola salju tersebut ke masayarakat? Menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk permasalahan orang lain, bahkah polosnya lagi menghabiskan kuota internet yang tidak sedikit jika diuangkan dalam bentuk rupiah. Para public figur tentu menjadi sosok yang diuntungkan dalam hal ini. Pertama semakin viral, endorsement berdatangan, permintaan menjadi brand ambassador pun semakin antri.

 

Nah, sekarang saya bertanya apa untungnya bagi kalian para pembaca, selain merasa terhibur dengan berita permasalahan orang lain dan gimmick yang dibuat oleh para public figure tersebut. Apakah batin Anda ikut terhibur, atau ada pelajaran kehidupan yang dapat dipetik bagi kehidupan Anda? 

 

 

Opening Photo by: Thgusstavo Santana - Pexels.com