Keberagaman budaya Indonesia merupakan fakta yang selama ini diketahui oleh banyak individu, bahkan oleh dunia. Ya, namun sangat disayangkan, kebudayaan ini lebih banyak disimpan di dalam museum. Dalam artian, sedikit sekali dari kebudayaan yang dipamerkan ke khalayak umum. Namun, museum yang menyimpan kebudayaan Indonesia biasanya dikemas dengan cara yang kurang menarik, khususnya bagi para generasi muda, si milenial.
Ya, pameran yang sempat saya kunjungi di hari-hari terakhir pameran adalah pameran Ulos, Hangoluan & Tondi. Museum tekstil berhasil disulap oleh Mita Lukardi dari M Design menjadi instalasi milenial yang memamerkan kain-kain ulos koleksi pribadi dari Ibu Devi Pandjaitan. Melalui pameran ini, saya yang sebelumnya buta mengenai kain ulos, seketika mendapatkan pencerahan. Ternyata, kain ulos ini memang sangat berkaitan erat dengan kehidupan masyarakat etnis Batak. Kain ulos sendiri pun memiliki makna yang berbeda-beda sehingga tidak dapat digunakan seenaknya.
Dalam pameran ini, pengunjung akan dibawa melalui labirin yang menunjukkan setiap musim kehidupan manusia, dari kelahiran, pernikahan, hingga kematian. Unik, tidak berhenti hingga kematian, M Design juga menciptakan instalasi yang menggambarkan kehidupan setelah kematian. Ia menggambarkannya sebagai terang dan menggantungkan sebuah pohon di sana. Ya, setiap pengunjung diizinkan untuk menggantukan tulisan berisi hal apa yang mereka syukuri pada hari tersebut. Mengajak pengunjung untuk turut berkontribusi dalam sebuah instalasi seni merupakan hal yang banyak diminati akhir-akhir ini, bukan?
Yang ingin saya bagikan adalah bagaimana acara ini dikemas dengan cara yang berbeda. Pameran ini mampu menarik saya dan teman-teman sepantaran umur saya. Pameran ini mengingatkan saya bahwa begitu banyak kebudayaan Indonesia yang terlupakan begitu saja hanya karena pengemasannya yang tidak mengikuti zaman.
Dapatkah saya mendapatkan lebih banyak pameran kebudayaan Indonesia lain dengan gaya milenial seperti ini?