What a Life

Pada akhirnya yang hanya dapat memotivasi diri kita, adalah kita sendiri.

Common Sense

Pernahkah Anda berada dalam situasi hidup dengan masalah yang tidak berangsur-angsur tuntas. Dapat dikatakan stuck tanpa ada pergerakkan, bahkan menjadikan Anda bingung harus bagaimana lagi. Belum lagi tekanan kiri kanan yang menyesakkan. 

 

Ingin rasanya lenyap dari muka bumi dalam sesaat, dan kembali lagi setelah masalah sudah usai. Kondisi hati yang rumit dan pikiran yang berkecamuk membuat hati ingin teriak sekeras-kerasnya agar luapan emosi itu hilang.

 

Hampir satu tahun setelah kepergian ayah saya, setelah delapan tahun menderita stroke hingga akhirnya iya harus terbaring ditempat tidur pada tahun-tahun terakhirnya. Merawat seseorang yang sakit memang menjadi suatu ujian sendiri bagi yang menghadapinya. Kesabaran orang-orang terdekat memang sangat-sangat diuji.

 

Ada yang bilang, ketika saatnya mereka telah tiada kita akan lebih siap, karena telah puas merawatnya. Dan ya, ketika momentum itu terjadi saya merasa sudah lebih ikhlas. Tetapi rupanya ujian tidak hanya berhenti disitu. Karena setelah ia meninggal dunia masih banyak lagi yang segala hal yang harus dibereskan dan lebih menguji kesabaran bahkan lebih tinggi dari sebelumnya.

 

Pasalnya aset ditinggalkan harus diurus. Baik secara kepemilikan, pajak dan printilan-printilan lainnya. Membenahi perasaan ketika pasca kehilangan saja sudah rumit, belum lagi harus berhadapan dengan institusi kependudukan, perbankan, pajak dan lain sebagainya. Yang hingga detik ini dapat dikatakan masih dalam status proses. 

 

Entah apa bagaimana sistem di negara ini, yang menyebabkan proses tersebut menjadi bertele-tele dan pelik. 

 

Kerabat terdekat atau siapa pun yang mendengarkan kepelikan ini mungkin hanya bisa memberi semangat, “satu persatu dijalaninnya yah!”, “semangat!”, dan banyak lagi kata-kata motivasi yang kadang memang membangkitkan motivasi atau malah justru sekedar menambahkan toxic dalam benak.

 

Bisa dikatakan tidak ada yang bisa mengerti isi hati saat ini. Mencari orang yang hanya dapat menjadi pendengar yang baik saja pun tidak mudah. Well, Life is a joke sometimes!

 

Berbagai problema yang dilewati detik demi detiknya, tentu membuat trauma sendiri bagi saya. Sulit percaya kepada orang adalah salah satu dampaknya. Tidak berani untuk berekspektasi akan sesuatu dan tak ingin mendapati resiko kecewa juga menjadi paket yang sama dalam fase tersebut.

 

Lebih membuat tembok yang tinggi untuk menyaring segala jenis toxic yang sekiranya akan menambah beban. Mungkin orang lain akan melihat saya lebih mengisolasi diri, tetapi sebenarnya dalam sebuah kotak yang tersimpan rapat dalam hati saya, terdapat secercah keyakinan bahwa saya hanya dapat menyandarkan diri saya kepada Tuhan, bahwa saya percaya akan jalan yang sudah ia tentukan, dan bahwa saya tidak perlu mengatur Tuhan dalam setiap doa saya untuk dikabulkan oleh-Nya, tetapi lebih percaya bahwa Ia telah menyiapkan suatu bantuan dan jalan keluar akan segala masalah, hanya menunggu waktunya saja untuk datang. 

Photo: Hakeem James - Pexels.com