Kalo dulu pakai batik berasa tua, atau hanya untuk acara-acara tertentu, kini batik dengan bangga bisa kita gunakan sehari-hari. Banyak pilihan model dalam menggunakan batik, mulai dari dress, kebaya, kain yang bisa kita gunakan berbagai model, kemeja, kimono, bahkan menjadi tas atau aksesoris lainnya. Sudah seharusnya kita bangga dalam penggunaan batik sebagai anak muda, orang dewasa, bahkan anak kecil pun juga cocok menggunakan batik.
Salah satu kebanggaan terhadap batik adalah saat 34 kain BINhouse dipilih Asian Civilization Museum (ACM) Singapore, dalam kurasi pameran BATIK KITA: Berpakaian di Kota Pelabuhan. Pagelaran ini merayakan evolusi warisan budaya Asia Tenggara, khususnya Batik. Batik Kita mengangkat lebih dari 100 batik masterpieces koleksi berbagai negara. Uniknya, yang dipamerkan adalah batik yang sangat jarang ditampilkan baik di dalam maupun luar negri.
Batik telah mengakar dan menginspirasi dunia atas keanggunannya serta nilai luhur yang terkandung di dalam setiap lembar kainnya. Acara ini menjadi tonggak penting legitimasi historis bahwa Batik yang telah ‘go international’ lahir dari tangan pengrajin Indonesia. ACM dalam rilisnya menjelaskan bahwa Batik pertama kali muncul di Jawa selama abad ke-17, dimana mayoritas batik saat ini dibuat dan ditemukan dari penciptaan ragam pola/motif yang dikembangkan di istana Jawa Tengah di Yogyakarta dan Surakarta (Solo).
“Batik itu adalah jiwa-nya dari Indonesia, dan peradabannya dimulai juga di Indonesia; sehingga Batik itu adalah Indonesia; Bahkan secara alamiah telah bercerita tentang nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya dengan hanya cukup melihat Batik itu sendiri. Batik telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam evolusi peradaban masyarakat di Asia Tenggara hingga saat ini dan di masa depan,” jelas Josephine “Obin” Komara selaku pendiri BINhouse.
Obin menyambut hangat ajakan ACM untuk berpartisipasi pada gelaran kali ini, sekaligus bentuk pengakuan bahwa Batik Indonesia adalah inti yang tidak terpisahkan dari berbagai karya serupa Batik di kawasan Asia Tenggara. Dalam 34 koleksi batiknya, BINhouse menggunakan bahan kain sutra yang ditenun menggunakan alat tenun bukan mesin (ATBM). Salah satu karyanya diberi nama “Gempa,” batik tulis diatas tenun kain bertekstur (Dobby) yang dirancang sesuai lekuk dan bentuk tubuh, sehingga saat dikenakan akan membuat siluet. Ada juga selendang yang mewakili gaya Sumatera Selatan, BINhouse buat dengan ukuran cukup besar untuk menutupi kepala dan tubuh.
Pameran ini menampilkan berbagai warna dari kain batik, ada perpaduan hitam dan putih, merah, kuning, hijau, dan biru. Elemennya pun beragam; kimono, kebaya, dress, dan juga kemeja untuk laki-laki.
Bagaimana? Semakin bangga dengan batik, bukan?