Cocok ‘Frekuensi’ Vs Beda ‘Frekuensi’

Pertemanan Di Berbagai Usia: Siapa Yang Bertahan Dari Seleksi Alam?

Common Sense

Mempunyai banyak teman dari sejak kecil hingga saat ini bagi saya adalah sebuah investasi. Memelihara pertemanan bagi saya adalah sebuah prioritas tersendiri, mereka adalah support system yang sangat berharga. Teman atau sahabat bagi saya sama layaknya seperti keluarga. Ya, mungkin ini adalah memang kodrat manusia, bahwa kita diciptakan sebagai makhluk sosial oleh Tuhan.

 

Namun apakah teman tersebut kerap berganti seiring perjalanan waktu? Dan bagaimana memelihara pertemanan agar tetap selalu satu frekuensi?

Foto: Charles Parker

Jika dilihat dari beberapa fase dalam hidup saya, ketika saya mulai menginjak taman bermain di usia 4 tahun, pertemanan itu hanyalah sebatas bermain bersama. Tanpa ada melibatkan emosi yang terlalu dalam. Namun begitu menginjak usia 8 tahun, saya mulai mengerti apa yang disebut sahabat. Bagi saya pada saat itu persahabatan tak hanya sekedar bermain bersama, melainkan mulai ada rasa perhatian dan care. Saling membantu dalam mengerjakan tugas dan mulai berbagi rahasia, walaupun rahasia jaman sekolah dasar masih sebatas tempat menyimpan mainan dirumah.

 

Ketika saya beranjak sekolah menegah, teman adalah tempat berbagi keluh kesah, bolos sekolah bersama, hingga berbagi rahasia tentang nama-nama orang yang diidolakan. Semakin bertambah usia, maka investasi emosi perasaan bersama teman maupun sahabat menjadi semakin besar.

Foto: Mary Taylor - Pexels.com

Kebiasaan berbagi ini pun, kini disebut sebagai support system. Ketika kita sudah memiliki kesibukan masing-masing, namun ketika kembali bertemu, kami seperti sudah memiliki kode morse tersendiri. Kehangatan dalam pertemanan ini pun terbawa hingga ke bangku kuliah, dan mulai meluas hingga akhirnya pertemanan menjadi semakin banyak dan mulai mengenal tipikal manusia dengan beragam pola pikir yang unik.

 

Ketika saya menjejakkan diri ke dunia pekerjaan, gaya pertemanan pun menjadi semakin unik. Disinilah saya mulai mengerti bahwa manusia itu memiliki beragam lapisan pola pikir dan tingkah laku. Dan tidak sedikit dari mereka yang hanya berteman sekedar untuk mencari keuntungan, popularitas, akses dan bisnis. Walaupun pada pertemanan di usia pertengahan duapuluhan masih bisa dikatakan 60 persen murni hanya untuk berteman. Dan di usia inilah ambang batas akhir untuk mencari sahabat setia. Karena secara cocok ‘frekuensi’ dan dari sisi pendewasaan diri pun sudah matang.

 

Pertemanan di usia tiga puluhan menjadi suatu momentum untuk mengukuhkan pertemanan yang sudah ada, dalam kata lain memperkuat bonding yang sudah ada. Karena di usia tigapuluhan akhir biasanya seleksi alam terjadi, entah karena tergulung kepelikan perusahaan tempat bekerja maupun faktor keluarga yang tak memberikan celah untuk bersosialisasi. Hingga akhirnya satu persatu menghilang.

Foto: Helena Lopes

Kendati pertemanan baru pada usia tersebut terus berdatangan, namun pada umumnya come and go. Saat ini saya menuju usia 40, dan saya sudah merasakan investasi pertemanan yang sudah saya pupuk sejak usia belasan. Suatu berkah yang saya dapatkan adalah kami masih berhubungan baik dan hangat. Walaupun beberapa mungkin ada yang sudah tidak memprioritaskan suatu hubungan pertemanan.

 

Dalam perjalanan berteman dengan banyak orang yang saya temui dalam hidup, tentu saya pernah menyesali berinvestasi rasa persahabatan pada orang yang salah, dan cukup menyedihkan. Namun saat ini saya bisa memahami, bahwa layaknya suatu hubungan asmara, maka persahabatan mungkin juga memiliki waktu kadaluarsa. Yang berakhir ‘beda frekuensi’. Maka daripada menghabiskan energi untuk patah hati, lebih baik tidak berekspektasi. Karena tanpa ekspektasi, toh akhirnya Anda tak akan pernah kecewa. Benarkan! Bagaimana menurut Anda?

 

Foto: Ashwin Pradhan - Pexels.com