Ketika saya masih kecil, tepatnya duduk di kelas satu sekolah dasar. Saya ditugasi untuk membuat essay yang berisikan mengenai cita-cita profesi saya dikala dewasa nanti. Sebuah cita-cita yang diyakini akan dapat ditempuh apabila rajin belajar dan selalu mendapatkan nilai terbaik dikelas. Amin.
Saat itu saya tidak sadar, bahwa sebenarnya tugas tersebut adalah sebuah cara halus bagi semua anak kecil seusia saya, untuk mulai menata dan memikirkan masa depan. Sebuah tabungan untuk manifestasi dimasa datang.
Disisi lain, almarhum kakek saya selalu menanyakan kepada saya, nanti besar akan menjadi apa? Dokter, insinyur, Profesor dan banyak lagi pilihan cita-cita lain, seolah saya boneka Susan yang jika sudah besar mau jadi apa?
Ketika saya beranjak dewasa, walaupun cita-cita yang saya bayangkan tidak sejalan dengan profesi yang saya tekuni, namun saya tetap menjalankannya dengan usaha lebih dari seratus persen. Semuanya dilakukan demi masa depan yang gemilang. Lagi-lagi for a better life and better future.
Dari berbagai pengalaman-pengalaman tersebut, kini saya sadari bahwa sebenarnya manusia dalam setiap detiknya, baik dari usia sangat muda hingga usia lanjut dipacu tanpa henti untuk mendesain masa depan. Bahwa menuju masa depan grafiknya harus terus naik, tidak boleh anti klimaks. Prestasi, investasi dan manifestasi adalah ketiga hal yang harus selalu dalam titik tertinggi.
Namun ketika beberapa waktu lalu pandemi melanda dan semua orang di muka bumi ini harus menghentikan aktivitasnya, bahkan tak sedikit kehilangan pekerjaan. Hal ini mengingatkan kita bahwa manusia seharusnya tak hanya sibuk memikirkan masa depan, tetapi yang seharusnya dilakukan adalah memikirkan saat ini, detik ini dan hari ini. Bahwa untuk hari esok tak akan hadir jika tidak ada hari ini. Bahwa satu jam yang akan datang, tak akan hadir jika tidak ada detik-detik saat ini. Bahwa manifestasi di masa datang tak akan memberikan kepuasan bagi diri pribadi jika kita tidak mengapresiasikan detik ini, hari ini dan saat ini.
Maka pertanyaannya adalah sudahkah Anda memikirkan tentang hari ini? Sesederhana mengucapkan terima kasih untuk hari ini, sesederhana mengucapkan terima kasih kepada tubuh kita pribadi, sesederhana mengucapkan terima kasih untuk nafas kita dan juga semesta. Because today is a gift, that’s why we call it ‘The Present’ – Eleanor Roosevelt.
Foto: Sangeet Rao – Pexels.com