Bekerja di industri media nyatanya mampu membuka mata saya akan begitu banyak hal baru. Salah satunya, sadar betapa banyaknya sosok berbakat di Indonesia yang mungkin belum terekam oleh kamera. Apalagi berbicara mengenai karya seni, tidak semua orang memiliki kesempatan yang sama untuk tersorot, bukan?
Pengalaman saya berbincang dengan seniman asal Yogyakarta, Darmawan Aji, berhasil membawa saya pada kesadaran tersebut. Berasal dari jurusan sosial politik, ia tidak pernah mengemban ilmu di bidang seni sebelumnya. Keahliannya diperoleh secara ototidak yang ia asah bersama dengan teman-teman pecinta seni lainnya. Berawal dari mengisi waktu luang, Darmawan Aji pun berhasil menginjakkan kaki di beberapa galeri ternama, bahkan pameran Art Jakarta.
Salah satu pengalaman menarik yang ia bagikan kepada saya adalah mengenai pameran tunggal pertamanya di Yogyakarta. Pada saat itu, ia diminta untuk menampilkan 16 karya sekaligus. Di waktu yang bersamaan, ia diterima bekerja di salah satu perusahaan di ibu kota. Sempat dilema, akhirnya ia memutuskan untuk terbang merintis karier di Jakarta namun tetap menyanggupi penawaran tersebut. Ia menyelesaikan setiap karyanya saat pulang kantor, hal itu jelas menakjubkan mengingat saya justru memilih tidur sesampainya di rumah.
Karya Darmawan Aji memiliki karakteristik abstrak dan berwarna, ia kerap kali menggabungkan beberapa bangun datar di dalam gambarnya dengan komposisi yang indah. Tidak hanya pada medium kertas atau kanvas, ia pun cukup sering mengerjakan karyanya pada tembok. Ya, di Yogyakarta, beberapa lokasi memang melegalkan tindakan street art atau mungkin dikenal grafiti. Andai saja hal ini dapat tertata rapi di ibu kota, tidak hanya asal coret saja.
Belajar dari sosok seniman kelahiran 1988 ini, saya sadar, bakat tidak akan terkubur lama-lama. Memang, setiap individu memiliki garis waktunya masing-masing. Namun, berapa lama pun waktu yang dibutuhkan, akan ada masa bakat itu akan timbul ke permukaan dan bersinar. Ya, seperti Darmawan Aji.