Beberapa waktu belakangan, hari-hari saya kembali dipenuhi dengan hal-hal berbau seni. Art week di Jakarta yang berlangsung pada Agustus kali ini memang menyibukkan kami dengan berbagai undangan pameran seni, beserta karya-karya menarik dari para seniman Tanah Air, juga internasional. Tidak mengeluh, semakin berkelut di dunia seni, semakin pula saya menemukan makna-makna indah. Menelusuri karya-karya seminggu ini mempertemukan saya dengan ekspreksi perasaan dan pikiran para seniman yang kerap membuat saya tertegun dan berpikir.
Pernyataan tersebut seolah kembali dipertegas oleh pertemuan saya dengan dua sosok pelukis asal Bali. Dua pria bernama depan sama tersebut dipersatukan oleh sebuah galeri bernama Gudang Gambar. "MADE IN GUDANG GAMBAR" menampilkan karya-karya dari Made Gunawan dan Made Wiradana. Satu hal yang saya ingat betul dari pertemuan singkat tersebut adalah kata-kata dari Made Gunawan, "Melukis adalah kejujuran, bukan mengada-ngada. Kalau mengada-ngada, capek".
Awalnya, sang pendiri dan pemilik Gudang Gambar, Tim Jahja, mengawali galeri tersebut dari sebuah home gallery. 20 tahun bergulir, Gudang Gambar kini menjadi hub jual-beli ternama untuk karya-karya indah dari para seniman lukis, dengan fisik galeri beraksitektur unik di Jakarta Selatan. Namun, untuk pertama kalinya, Gudang Gambar akhirnya mengadakan pameran, menampilkan karya lukis Made Gunawan dan Made Wiradana. And, to be honest, it is definitely a great starting point! Dan jika Anda ingat, beberapa waktu lalu Gudang Gambar sempat heboh karena galeri tersebut menjadi lokasi acara pameran album dari musisi sensasional Indonesia yang melambung di kancah internasional, Rich Brian.
Meski memiliki nama yang sama, sesungguhnya karya dari kedua seniman ini tampak sungguh berbanding terbalik ketika dilihat. Made Gunawan lebih banyak bermain dengan warna cerah dan menghasilkan karya yang terkesan begitu playful. Objek-objek yang tampak pada lukisannya merupakan hasil dari penglihatan akan alam sepanjang hidup di daerah asalnya, Pulau Dewata. Juga terlihat banyak penggunaan objek gajah di beberapa karyanya. Seperti yang kita ketahui, elemen gajah banyak ditemukan di dalam sejarah kebudayaan Bali, sehingga menjadi salah satu inspirasinya.
Di sisi lain, Made Wiradana cenderung bermain dengan warna-warna netral atau setidaknya hanya satu penggunaan warna cerah. Banyak terinspirasi dari pengalaman ketika berkunjung ke sebuah goa di Sulawesi menghasilkan karya dengan guratan yang tampak kasar. Goresan-goresan tersebut dikenal dengan sebutan "primitif". Jika Anda melihat lebih dekat, Anda akan mengerti mengapa disebut primitif, karena cukup mengingatkan saya sendiri akan coretan khas manusia di zaman dahulu kala yang banyak tampil di artefak peninggalan sejarah. Made Wiradana juga sempat membuat sebuah lukisan dengan warna merah dan gambar burung Garuda sebagai representasi harapannya akan Bhinneka Tunggal Ika di masa kini.
Kontradiksi antar dua visual karya ini menjadi titik penting pameran MADE IN GUDANG GAMBAR, yang berlangsung hingga tanggal 14 September 2019 mendatang di Galeri Gudang Gambar, Jalan Pangeran Antasari No. 22ABC, Jakarta Selatan. Entah mengapa, ketika dua karya ini disandingkan, mereka justru tampak melengkapi satu sama lain. Benang merah yang kami tangkap dari karya keduanya adalah elemen karya khas Indonesia yang terpampang nyata.