‘Pernikahan adalah bom waktu’. Kalimat ini diucapkan oleh salah satu sahabat saya yang notabene ia telah menjalani bahtera rumah tangga selama 10 tahun. Tentu ketika kalimat tersebut terucap dari mulutnya ia dalam keadaan sangat sadar, maka saya tanyakan kembali kepadanya kenapa ia menggambarkan bahwa suatu pernikahan layaknya sebuah alat yang membahayakan? Bukankah justru membahagiakan?
Bagi saya yang belum pernah menikah, tentu mempunyai pandangan suatu kehidupan rumah tangga itu tampak menyenangkan. Walaupun mungkin ada sedikit kerikil-kerikil tajam dalam kesehariannya. Sementara mereka yang telah menjalaninya justru sebaliknya. Bagi seorang teman saya tersebut. Tentu dalam pernikahan akan banyak perubahan-perubahan sifat dalam setiap harinya. Namun itu bukan suatu hal yang kompleks apabila berakhir pada salah satu dari pasangan menjalani perselingkuhan. Karena yang umumnya dialami oleh wanita-wanita di kota besar, justru bergumul dengan perselingkuhan.
Perselingkuhan jaman now, bukan saja dilakukan oleh para pria. Melainkan kaum wanita pun dapat mengawali perselingkuhan. Berawal dari kerenggangan komunikasi antara suami-istri, kurang perhatian, terlalu sibuk akan pekerjaan dan yang paling pelik adalah kurangnya nafkah finansial yang diberikan oleh sang suami. Nah kalau para suami biasa selalu mempersalahkan kurangnya nafkah bathin, sementara dari sisi wanita pasti mempersalahkan kurangnya nafkah finansial. Memang keduanya adalah kedua tanggung jawab yang harus terpenuhi.
Lantas bagaimana apabila dalam perjalanan pernikahan tersebut terdapat pasang surut yang tak dapat dihindari? Maka apakah ini yang disebut dengan ‘bom waktu’ tersebut? Cobaan demi cobaan pasti akan datang dan memberi gejolak yang membuat setiap insan dalam hubungan tersebut tak dapat bertahan, dan ingin menyerah dari pertarungan bahtera perkawinan.
Mungkin memang benar adanya bahwa pernikahan itu sebenarnya adalah ‘bom waktu’ yang artinya tinggal tunggu kapan akhirnya bom tersebut akan meledak dan menghancurkan apa yang telah dibangun dan dibina selama tahunan. Investasi preasaan yang telah dipupuk dalam suatu hubungan, pada akhirnya tak menjadi berguna. Hanya menjadi puing-puing debu kehancuran.
Jika sebuah bom waktu pada dasarnya dapat dijinakkan, maka seharusnya pernikahan pun dapat dijinakkan. Semuanya tergantung kepada Anda, apakah Anda lebih memilih menjinakkannya atau justru lari, dan mencari jalan pintas lainnya?
Perselingkuhan selalu diibaratkan ‘bermain api’. Nah maka tak heran jika larangan bermain api tak boleh dekat-dekat dengan bom. Karena sebelum waktunya bisa meledak duluan.
Opening Photo by Roman Odintsov - Pexels.com