Percakapan Kami dengan Yogie Pratama Mengenai Bisnis Mode Masa Kini

Yogie Pratama merupakan salah satu desainer muda Indonesia yang karyanya dikenal fokus pada detail dan juga siluet yang memberi kesan sensual, seductive, serta glamor. Hal tersebut menjadi ciri khas Yogie bahkan sejak ia memulai berkarya.  Fashion Nation 13th Edition menjadi kali kedua Yogie Pratama berpartisipasi dalam ajang Fashion Nation Senayan City, setelah 2 tahun yang lalu juga hadir sebagai salah satu desiner yang karyanya dipertunjukkan pada kesempatan Opening Night. Tahun ini, koleksi Yogie Pratama terlihat sangat mencolok bergelimang pantulan cahaya bak lampu disko. Ia terinspirasi dari karakter muda-mudi penggemar disko era 80-an. Pada 16 Maret yang lalu, saya berkesempatan mewawancarai desainer ini. Melalui percakapan tersebut, Yogie memberi alasan mengapa ia menciptakan koleksi yang selalu membawa kesan distinctive dan individualists, meski di luar tren masa kini. Berikut percakapan yang akan menjawab semua rasa penasaran terutama bagi para penikmat mode di Indonesia!

 

Siapa yang pertama kali menginspirasi Anda untuk terjun ke dunia mode?
Dari kecil, aku sudah tertarik dengan dunia fashion. Sebetulnya, aku suka dengan proses, dalam membuat apapun, entah membuat baju atau rumah, pokoknya. Tapi menurutku, membuat baju lebih challenging. 

 

Apa yang membuat Anda memilih menjadi seorang desainer yang fokus pada custom gown?
Karena menurut aku di Jakarta yang laku itu baju-baju pernikahan. Bisa dibilang juga ready to wear marketnya susah di Indonesia, kita juga harus punya banyak tenaga kerja jika ingin menjalani bisnis ready to wear, yang menurut aku tenaga kerja di Indonesia masih banyak yang kurang disiplin. Tapi personally, untuk style, aku lebih suka ready to wear.

 

Mengapa menurut Anda Ready to Wear lebih sulit laku di Indonesia, padahal sebenarnya kedinamisan dan mobilitas masyarakat Jakarta sangat tinggi?
Di Jakarta, aku yakin tidak banyak yang mau beli ready to wear dari dalam negeri. Aku juga merasa untuk bersaing dengan desainer luar itu susah in terms of quality and quantity. Ini menurut aku ya, mungkin salah mungkin juga benar, ekonomi negara tetangga kita itu bisa lebih jalan dalam dunia fashion karena mereka membuatnya di situ, jualnya di situ, dibeli di situ, dan dipakai di situ, jadi ekonominya tetap jalan. Sedangkan di Indonesia, orang-orang jika belanja, pasti pergi ke Singapura dan Jepang untuk shopping. Tanpa maksud membandingkan, tapi ini [saya lihat -red] terjadi di Indonesia. Aku merasa orang belum melihat bahwa market Indonesia itu punya potensi besar sekali, tapi balik lagi dari kitanya sebagai desainer yang harus terus menyediakan apa dibutuhkan.

 

Adakah rencana Anda untuk membuat koleksi Ready to Wear ke depannya? 
Rencana sih selalu ada, tetapi masih ragu di bagian stoknya. Sebagai desainer, jika konsep udah ada namun tenaga kerjanya kurang, okelah aku kirim dan jahit di luar yang mana harus membuat style dan produk yang banyak. Tapi, aku mau jual ke mana?

Menurut aku, sekarang desainer banyak yang mau go international, apapun caranya. Mereka hanya butuh pengakuan. Padahal menurut aku, fokusin dulu ke kualitas masing-masing dan dengan konsep dan tujuan yang kuat, Dijamin jika emang sudah dikenal bagus, lama-lama akan lebih maju dan semakin go international, tanpa dipaksakan.

 

Apa pendapat Anda mengenai banyaknya perubahan gaya berbelanja dan style mode di Indonesia?
Sekarang orang sudah jarang punya style yang mencolok, kebanyakan semua mirip-mirip, mulai dari mengikuti tren sampai influencer. Zaman sekarang anak-anak daya imajinasinya sudah sedikit berkurang, mudah terpengaruh orang lain apa lagi dalam hal style. Jadi rata-rata sudah tidak punya gaya sendiri, tidak ada orang yang mencolok dan teringat.

 

Dengan memfokuskan usaha pada custom gown, dan melesatnya tren luxury fashion, adakah pengaruhnya buat Anda? 

Pastinya ada pengaruhnya. Orang lebih suka yang simple dan play safe. Dengan semakin banyaknya brand di mana-mana, semakin sama pula gaya orang-orang. Yang semakin nyentrik semakin kelihatan. Jadi tugas aku adalah mengedukasi dan mengasah style para penikmat fashion. Melalui media sosial sudah banyak ciri khas see now buy now, yang tanpa disadari akan cepat juga 'kegulungnya'. Jadi mau secepat apapun itu berlalu, kalau emang sudah ada ciri khas dalam diri sendiri, akan membantu kita tidak mudah terbawa arus tersebut.

"Imaginaire" oleh Yogie Pratama pada acara pembukaan Fashion Nation 2019 (Foto: Dok. Senayan City)

Bagaimana Anda mendefiniskan karya Anda?

Sexy, see through, flowy, seductive, attractive, silhouette tight atau bahkan really tight. Itu yang aku suka dari dulu.

 

Melalui koleksi untuk Fashion Nation kali ini, apakah value atau energy yang ingin Anda sampaikan?

Aku mendesain baju di mana aku ingin sebisa mungkin setiap perempuan berimajinasi di luar garis umum. Aku sadar sekali bahwa tidak semua perempuan mau mengenakan baju aku, karena tidak semua berani untuk mengenakannya. Padahal mungkin, di benak mereka ada rasa suka, tapi belum tentu percaya diri untuk memakainya. Jadi melalui koleksi ini, aku ingin mengasah sense setiap orang dalam style mereka masing-masing karena untuk menemukan style, harus mau explore dan mencoba hal baru. 
Setiap perempuan harus percaya diri dengan dirinya sendiri, jika dia tidak percaya diri dengan badannya, aku tidak bisa membuat baju dia menjadi bagus. Di sini aku tidak pernah menilai orang by size ya, karena menurut aku, semua perempuan itu sensual, melalui cara dia mengenakan baju dan mengekspresikannya. 

Aku suka orang yang tertantang dan memiliki guts untuk berani beda dalam bergaya, dia berani coba hal baru, meski belum ada yang pernah coba atau lain sebagainya. Intinya di koleksi ini, aku ingin setiap wanita bisa mengeskpresikan dirinya sendiri di luar batas mereka dan aku ingin menujukkan juga variety of women.

 

"Imaginaire" oleh Yogie Pratama pada acara pembukaan Fashion Nation 2019 (Foto: Dok. Senayan City)

Biasa inspirasi paling banyak datang dari mana saja? Dari budaya, masyarakat, atau politik, mungkin?

Inspirasi aku bisa datang dari mana saja.

 

Sudah banyak sekali desainer ternama di Indonesia yang karyanya patut dihargai, apa pesan Anda bagi para desainer pendatang baru?

Cari karakteristik terlebih dahulu, sebisa mungkin asah setiap indera dari pendengaran, pengelihatan, semuanya. Dan selalu mau belajar hal baru. Ke depannya akan lebih mudah menemukan style kamu seperti apa dan aku yakin sekali semua orang punya gaya yang berbeda-beda jika dia berani mengekspresikan diri dil uar garis umum.