Life is Unfair, So Get Used To It!

Tak selamanya Anda hanya mau melihat apa yang ingin Anda lihat saja, tak selamanya Anda hanya dapat mendengar, apa yang ingin Anda dengar saja.

Common Sense

Out of the sea, wish I could be…part of that world…kiranya akhir kalimat lagu inilah yang menjadi inspirasi saya untuk menulis artikel ini. Sebuah cuplikan dari trailer live action film The Little Mermaid yang akan dirilis oleh Disney pada bulan May 2023 mendatang. Sontak film ini pun menjadi pergunjingan netizen dunia yang berteriak mengenai sosok putri duyung yang diperankan oleh wanita berkulit hitam.

 

Mengapa sosok yang diperankan tak sesuai dengan sosok asli dalam film animasinya 33 tahun lalu. Berkulit putih, berambut merah dan memilki mata berwarna biru. “Disney has ruined my childhood memories” ungkap salah satu netizen.

 

Mengapa harus dipaksakan atas nama equality, mengapa ini, dan mengapa itu. Beribu pertanyaan sinis dan ketidaksetujuan membajari kolom komentar. Disisi lain sebuah postingan video reaksi, dari ekspresi anak-anak balita perempuan berkulit serupa justru menggambarkan betapa bahagianya mereka melihat sosok putri duyung berwujud seperti dirinya “she’s brown like me, mama” dengan berlinang air mata bahagia.

Foto: Anna Shvets - Pexels.com

 

Disinilah saya melihat bahwa manusia itu ada baiknya tak selalu memberikan komentar dengan basis atas imajinasi pribadinya, ataupun background masa kecilnya. Not everything about you! Tak selamanya Anda hanya mau melihat apa yang ingin Anda lihat saja, tak selamanya Anda hanya dapat mendengar, apa yang ingin Anda dengar saja. Tapi lihatlah segala sesuatu dalam bingkai yang lebih besar. 

 

Berbicara mengenai wujud fisik, hal serupa pun pernah terjadi dalam rutinitas majalah gaya hidup. Tentu dalam hal ini saya tak akan menyebutkan apa nama majalahnya dan apa nama brand-nya. Majalah yang pada umumnya selalu menampilkan halaman mode atau yang biasa dikenal dengan fashion spread, berisi sebuah foto mode dengan konsep yang liar. Ketika itu sang fashion stylist memiliki konsep untuk menampilkan plus size model, dan pesan yang ingin disampaikan dalam halaman mode itu adalah, bahwa sekalipun seseorang memiliki tubuh tidak proporsional, namun tetap dapat memakai pakaian rumah mode ternama dunia.

 

Namun ketika hasil photoshoot tersebut diunggah dalam sosial media, ternyata sang PR rumah mode tersebut, menyatakan keberatan dan minta untuk hasil foto tersebut tidak dimuat. Dengan alasan tidak sesuai dengan brand image lini tersebut, dan regulasi brand menjelimet.

Foto: Anna Shvets

 

Dalam hati saya berkata “sekarang kan sudah tahun 2022 masih saja pembatasan mengenai bentuk fisik masih dipergunjingkan” Kalau dunia ini hanya diperuntukkan bagi orang-orang bertubuh proporsional, maka dimana tempat bagi mereka yang memiliki fisik jauh dari kata proporsional? Life is unfair.  

 

Stop! Jangan salahkan hidup ini, dan jangan salahkan dunia ini. Karena hidup adalah sebuah anugerah yang wajib disyukuri. Tetapi salahkan manusianya, salahkan manusia yang telah membatasi pemikirannya, salahkan manusia yang telah melihat segala sesuatu harus selalu seragam. Karena tak selamanya halaman mode hanya berisi model bertubuh tinggi langsing, dan tak selamanya putri duyung itu berkulit putih bak porselen.

 

Foto: Anna Svhets

 

Jika Anda selama ini mempunyai kemewahan untuk didengar, maka coba dengarkan suara hati orang lain yang mungkin tidak memiliki keistimewaan seperti Anda. Jika Anda memiliki kemewahan untuk diperhatikan oleh banyak orang, maka coba berikan perhatian yang serupa juga kepada orang lain. Biarkan orang lain juga mempunyai kesempatan untuk berada dalam sepatu Anda. 

 

Don’t judge a book by the cover, karena ternyata sesuatu yang sesuai dengan penampakan fisik belum tentu sesuai dengan ekspektasi Anda. Sama halnya ketika Anda memiliki tipe pria idaman seperti Chris Evans tapi ternyata ketika berada di ranjang ternyata lebih nikmat ketika bersama Chris Noth.