Harus duduk diam di ruangan auditorium menyaksikan sebuah pertunjukkan klasik, tentu bukan pilihan seorang extrovert seperti saya. Jelas, saya bukan penikmat karya klasik. Suara yang mengalun lembut biasanya mampu membuat saya terlelap.
Namun, berbeda dengan pengalaman pertama yang saya dapati ketika menyaksikan pementasan tari dari Namarina Youth Dance. Berdiri di bawah naungan nama besar Namarina, institusi seni tari ballet, jazz dan kebugaran yang telah berdiri sejak tahun 1956. Dengan demikian, tidak heran jika Namarina Youth Dance sanggup mempersembahkan pertunjukkan seni tari kontemporer dari generasi muda yang begitu memukau.
Pertunjukkan besar yang saya saksikan bertajuk “Anantari”. Sebuah pertunjukkan seni tari yang mengisahkan tentang perjalanan seorang perempuan muda dalam pencarian jati diri, di tengah dunia yang terus berkembang dengan cepat dan beragam masalah yang timbul dari diversitas, tentu bukan perkara yang mudah. Di dalam pementasan tersebut, penonton diajak untuk berkeliling dunia bersama dengan Anantari. Tarian pun disesuaikan dengan beragam latar tempat yang disertakan. Dan penonton dibuat takjub dengan kemampuan para penari yang bercerita melalui setiap langkah dan gerakan.
Tak kenal maka tak sayang. Mungkin itu adalah ungkapan yang tepat untuk menggambarkan perasaan saya terhadap pentas seni klasik. Atau, mungkin memang Namarina Youth Dance mampu mengemasnya dalam pertunjukkan yang luar biasa. Entahlah. Yang pasti, saya tidak sabar untuk menyaksikan karya lain dari institusi yang bercita-cita untuk menyetarakan profesi penari dengan profesi formal lainnya.