Selamat Hari Kebaya Nasional!
Rasa-rasanya, dulu, waktu saya kecil, kebaya hanya dipakai di Hari Kartini, atau jadi seragam saat ada hari raya yang mewajibkan memakai baju daerah. Tapi sekarang, saat saya sudah mulai bekerja, sepertinya generasi saya, Gen Z, sudah mulai banyak yang mengenakan kebaya sebagai pakaian sehari-hari. Aset budaya yang sangat berharga ini pelan-pelan sudah melekat ke generasi muda. Tidak harus dipadukan dengan kain lilit span, dan heels, banyak variasi ‘skena’ lainnya yang membuat kebaya terus muda dan menjadi culture yang asik. Seperti tampilan-tampilan kebaya di film pendek berjudul Kebaya Kala Kini, persembahan Bakti Budaya Djarum Foundation.
Dalam film berdurasi sekitar 10 menit ini, Bramsky sang Sutradara membalut kebaya sebagai identitas perempuan Indonesia melalui karya sinematografi. “Jika kebaya bisa berbicara, cerita apa yang akan ia ceritakan? Film ini menggambarkan bagaimana kebaya, seiring waktu, beradaptasi dengan setiap generasi perempuan yang memakainya. Kebaya menjadi saksi hidup perempuan, dari masa muda hingga dewasa, mencerminkan kebijaksanaan dan keindahan yang berkembang seiring bertambahnya usia. Dalam perjalanan ini, kebaya menemukan makna baru dan iterasi dari jati dirinya yang selalu relevan dengan setiap zaman,” ujarnya.
Bagi Bramsky, kebaya bukan sekedar baju yang dipakai, tapi represent perjalanan atau transformasi perempuan-perempuan Nusantara. Itu sebabnya Bramsky juga menampilkan ibu-ibu biasa, mulai dari buruh angkut, petani, penjual bahan pokok di pasar, hingga aktor ternama yakni Dian Sastrowardoyo dan Putri Marino. Ada juga Syandria Kameron sebagai penari Bali generasi Z, dan Woro Mustiko, penyanyi keroncong perempuan yang sedari kecil memang mengenakan kebaya. Latar belakang pemeran Kebaya Kala Kini yang beragam ini dipilih Bramsky agar segala kalangan bisa relate, baik yang di kota hingga pelosok.
Renitasari Adrian, Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation, berharap dengan adanya film pendek Kebaya Kala Kini, generasi muda semakin mengulik kebaya-kebaya yang belum terekspose. Karena Indonesia memiliki banyak sekali kebaya dan baju-baju adat yang berbeda-beda di setiap daerah.
“Kebaya merupakan identitas bangsa yang mempersatukan segala kelas sosial dan lintas batas wilayah yang tersebar di seluruh Nusantara dengan berbagai variasi. Semoga Kebaya Kala Kini dapat menginspirasi kita untuk menjadikan kebaya sebagai bagian dalam aktivitas sehari-hari. Dengan demikian akan memberikan dampak ekonomi yang positif bagi seluruh penjual kebaya dan kain Nusantara, termasuk ekosistemnya seperti fashion designer, penjahit, pembatik, dann pelaku industri kreatif terkaitnya,” ungkap Renita.
Penata busana sekaligus custom desainer ternama Indonesia, Hagai Pakan, juga menjadi salah satu sosok teman tukar pikiran Bramsky dalam project ini. Keahliannya dalam mix and match kebaya, juga menjadi ciri khas styling Hagai Pakan. Dalam Kebaya Kala Kini, Hagai menggunakan kebaya dari brand lokal, desainer, koleksi kebaya lawas archive pribadinya, juga beli di pasar.
“Memang kita padukan karya modern dari desainer dan juga (kebaya) yang lawas. Karena melalui film pendek ini, ingin menampilkan bagaimana kebaya bisa diwariskan dari generasi ke generasi. Salah satu fungsi kebaya vintage dipakai (di film Kebaya Kala Kini), itu berarti sudah berjalan, dipakai berbagai generasi,” jelas Hagai.
Bagi saya, Bakti Budaya Djarum Foundation berhasil membuat film pendek Kebaya Kala Kini begitu indah hingga membangun semangat saya untuk mengoleksi batik, wastra Indonesia, dan bermain padu padan dengan pakaian sehari-hari yang sudah ada di lemari saya.
Saksikan film pendek Kebaya Kala Kini di Yutube IndonesiaKaya.