Dior Haute Couture AW19-20, Interpretasi Feminisme oleh Maria Grazia Chiuri

In this era, fashion is more than just clothes. Bagi saya, fashion telah merangkap sebagai sebuah wadah bagi pelaku industri mode untuk membuat sebuah statement atau menyampaikan pendapat mereka. Apalagi dengan semua isu-isu sosial yang sedang marak saat ini, para desainer kerap menginterpretasi isu tersebut dalam desain mereka.

Dior Haute Couture AW 19-20 (Foto: Dok. Dior)

Salah satu topik yang kerap menjadi perbincangan adalah topik feminisme. Maria Grazia Chiuri, sebagai perempuan pertama yang memegang jabatan sebagai creative director dari lini mode Dior, adalah seorang suporter dari gerakan feminisme dan seringkali mengeksplorasi unsur feminisme pada desainnya. Menurut saya, hal itu terlihat jelas dari koleksi terbarunya yang ditampilkan di lokasi headquarters Dior di Paris sebagai bagian dari Paris Couture Week AW 19-20. How cool is the set, tho?

Dior Haute Couture AW 19-20 (Foto: Dok. Dior)

Inspirasi awal Maria Grazia untuk koleksi ini adalah patung caryatid yang menjadi bagian dari arsitektur Yunani kuno. Patung caryatid merupakan pahatan dengan sosok wanita berbaju toga yang fungsinya menyangga pilar pada bangunan Yunani kuno. Dari inspirasi awal itulah, Maria Grazia mengembangkan idenya untuk menambahkan sentuhan unsur feminisme. Jadi, Anda akan melihat perkawinan tema feminisme dan arsitektur di koleksi couture terbaru dari Dior ini.

Dior Haute Couture AW 19-20 (Foto: Dok. Dior)

Busana pertama yang ditampilkan dari koleksi tersebut adalah sebuah t-shirt dress putih sederhana yang terinspirasi dari pakaian tradisional asal Yunani yang memuat tulisan "Are clothes modern?". Tulisan tersebut merupakan judul sebuah esai karya seorang arsitek asal Amerika-Austria, Bernard Rudofsky. Hal tersebut memang telah menjadi ciri khas Maria Grazia yang selalu memuat sebuah statement sebagai busana pembuka dalam koleksinya dengan mereferensi karya-karya sastra dari berbagai tokoh internasional.

Dior Haute Couture AW 19-20 (Foto: Dok. Dior)

Selain itu, koleksi Dior kali ini didominasi oleh warna hitam dengan konstruksi siluet, tekstur dan detail yang lebih difokuskan. Maria Grazia ingin menampilkan kesan yang lebih gelap dan gothic untuk Dior melalui velvet gowns, tailored capes dan cocktail dress dengan cinched waist yang ditampilkan dalam koleksinya. Koleksi tersebut dilengkapi juga dengan variasi aksesori yang beragam seperti pillbox hats dan veils. Para model mengenakan riasan smoky eye yang gelap untuk menunjang keseluruhan tema tersebut.

Dior Haute Couture AW 19-20 (Foto: Dok. Dior)

Koleksi Dior Haute Couture AW 19-20 ini menggandeng seniman feminis dan surealis asal Amerika, Penny Slinger. Selain mendesain set runway, ia juga berkolaborasi dengan Maria Grazia dalam mendesain busana penutup untuk koleksi terbarunya. Anda bisa melihatnya di foto koleksi pertama di atas, bersanding dengan t-shirt dress putih "Are clothes modern?". Busana penutup tersebut menampilkan sebuah rumah boneka berwarna emas terinspirasi dari karya Penny Slinger yang terkenal di tahun 1970-an yang berjudul Doll Houses. Ide kolaborasi tersebut pun berhasil memukau para hadirin yang menyaksikan pagelaran tersebut.

Dior Haute Couture AW 19-20 (Foto: Dok. Dior)

 

Menurut saya, koleksi Dior Haute Couture AW 19-20 sangat spektakuler dan berbeda dari koleksi yang dipersembahkan oleh Maria Grazia pada musim sebelumnya. Penggunaan palet warna yang didominasi dengan warna hitam menurut saya merupakan langkah berani yang membuahkan reaksi yang positif dari industri mode. Unsur feminisme yang di eksplor dalam koleksi tersebut dinilai sangatlah inspiratif. Saya pribadi sangat mengagumi sosok Maria Grazia Chiuri yang dapat memadukan unsur isu sosial dalam koleksinya tanpa mengubah ciri khas dari Dior yang feminim dan elegan. Koleksi Dior yang satu ini menjadi bukti nyata bahwa fashion is more than just clothes!