Butuh waktu yang tak singkat memang untuk mengenal wastra lebih dalam. Wastra yang merupakan warisan nenek moyang selain beraneka ragam wujudnya, juga memiliki begitu banyak kisah yang tersirat.
Setiap motif yang diciptakan tentu memiliki identitas dan ciri khasnya masing-masing, dan untuk melestarikannya tentu membutuhkan bantuan dari generasi penerusnya. Dan sebagai generasi terkini tentu menjadi tugas yang wajib untuk melanjutkan peninggalan budaya tersebut.
Kiranya inilah yang menjadi tugas para desainer tanah air negeri ini. Awal minggu yang lalu sebuah presentasi persembahan IPMI (Ikatan Perancang Mode Indonesia) bertajuk ‘Kain Negeri’ kembali diselenggarakan pada ajang Jakarta Fashion & Food Festival (JF3). Berlokasi di Summarecon Mall Kelapa Gading, Kain Negeri tahun ini menggandeng lima desainer anggota IPMI (Eridani, Ivan Gunawan, Monica Ivena, Rama Dauhan, Wilsen Willim), yang mana tiga desainer diantaranya baru saja bergabung bersama IPMI (Monica Ivena, Rama Dauhan, Wilsen Willim).
Dengan gaya rancangan khas masing-masing, kelima desainer tersebut mengeksplorasikan kreasi mereka diatas wastra yang mereka pilih sesuai dengan tema yang mereka angkat.
Eridani
Pada presentasi ‘Kain Negeri’ kali ini desainer yang akrab dengan panggilan Eri ini memilih Tenun Sikka yang digubahnya menjadi beberapa set pakaian ready-to-wear yang bernuansa casual dan kekinian.
Ivan Gunawan
Sexy dan glamour. Dua kata tersebutlah yang dapat mewakili koleksi ‘Restoe Boemi’ garapan Ivan Gunawan. Pada presentasi ini Ivan memilih Kain Jarik Cinde yang dibentuk menjadi gaun malam dengan pengaplikasian detail ruffles untuk beberapa gaun diantaranya.
Monica Ivena
Menjadi satu-satunya desainer wanita yang turut mempresentasikan karyanya malam itu. Monica Ivena yang terkenal dengan berbagai koleksi haute couture-nya, mengangkat tema ‘Wanita’ sebagai DNA dalam koleksi yang mengadopsi tenun Jepara sebagai kanvas karyanya. Tenun Jepara yang direlasikan kepada R.A Kartini, digambarkan sebagai wanita yang kuat olehnya. Yang mana ‘ketangguhan dan kekuatan’ itu diaplikasikan dalam 9 siluet gaun ciptaannya.
Rama Dauhan
Desainer yang telah melanglang di industri mode tanah air untuk 20 tahun ini, memilih kain Jumputan dan Tenun Palembang sebagai elemen pondasi dari karyanya. Dengan mengambil tema ‘Kembang Nusa’ Rama menyandingkan wastra tersebut dengan bordir dan emblishment. Selain itu acak corak yang dimainkan olehnya teraplikasi dalam bentuk kemeja, gaun, celana, vest, mini skirt dan leotard. Kendati menggunakan wastra sebagai basis karyanya, namun Rama berhasil menciptakan nuansa muda dan kekinian. Untuk presentasi ini Rama Dauhan menggandeng Rumah Tenun Palembang dan juga RIDE. INC untuk koleksi sepatu.
Wilsen Willim
Desainer yang baru saja bergabung dengan IPMI ini menjawab tantangan ‘Kain Negeri’ dengan suatu pesan putis yang disampaikannya. Bahwa koleksi ini bermuara dari sebuah pesan pertanyaan yang disampaikan oleh seorang sahabat Alm. Subkhan J.H. “Sebenarnya apa alasan dari eksistensimu di industri mode Indonesia?”
Secuil ungkapan tersebutlah yang mengugah Wilsen untuk menelusuri penelitiannya akan sampah tekstil di Indonesia. Bersama Ecotouch, sebuah perusahaan daur ulang sampah tekstil ia mengaplikasikan benang hasil daur ulang ke dalam jalinan lungsi sutra yang digarap oleh Karyana Silk House (Perajin Tenun Sutra Garut). Dan hasil akhir yang tercipta adalah motif kontemporer khas Garut yang teraplikasi pada rangkaian koleksi siap pakai.