Minggu-minggu terakhir menuju tutup tahun, kota ini serasa diselimuti oleh langit yang berwarna kelam. Kelabu, sendu dan tak tampak bersinar sedikit pun. Hawa udara pun sejuk tak menentu, sesekali hujan, kering dan hujan kembali. Terasa seperti rasa gelisah nan sedih, enggan berpisah pada tahun 2025 ini.
Kendati tahun ini berlalu begitu cepat, layaknya berlari tanpa henti, tetapi detik-detik terakhir ini pula nama dua insan kreatif tanah air menggoreskan prestasinya. Maka ketika berita yang menggembirakan itu datang, seolah sinar mentari membiaskan cahayanya di suasana langit kota yang berwarna kelabu.
Berita menggembirakan itu datang dari dua ranah industri kreatif yang berbeda. Yang pertama dari ranah perfilman, dimana sutradara kebanggaan negeri ini Joko Anwar menerima penghargaan atas
Chevalier de l’Ordre des Arts et des Lettres oleh Republik Prancis. Penghargaan ini diberikan sebagai sebuah penghormatan bagi karya yang melampaui batas negara. Selain itu ia juga dianggap sebagai
salah satu tokoh jembatan budaya antara Indonesia dan Prancis—membawa cerita, sejarah, dan imajinasi lintas generasi.


Sementara dari sisi dunia yang lain dari Hollywood, penyanyi diva dunia Christina Aguilera menggenakan rancangan Yogie Pratama untuk kedua kalinya. Dan kali ini sang diva mengenakannya khusus untuk penampilannya di Crazy Horse Paris, dalam rangka perilisan album dan film-nya yang bertajuk ‘Christmas in Paris’. Tentu berita ini kembali menggemparkan negeri ini, dikarenakan kesempatan emas ini tak datang berkali-kali.

Yogie Pratama sendiri sebagai seorang desainer sempat pesimis, apakah baju yang telah dibuat untuk diva dunia di awal tahun 2025 lalu jadi dikenakan. Pasalnya walaupun gaun tersebut telah direncanakan untuk dikenakan sejak jauh-jauh hari, sangat ada kemungkinan sekali jika akhirnya batal untuk dipakai. Dan uniknya lagi, ketika baju tersebut akhirnya dikenakan tidak dalam wujud aslinya.
Ya, sekalipun baju tersebut adalah sebuah karya adibusana, namun dikarenakan kepentingan panggung, sang desainer harus merelakan apabila gaun tersebut harus mengalami alterisasi hingga transformasi menjadi wujud lain. Dan dalam kasus ini Yogie Pratama mengalaminya untuk merelakan gaun gubahannya yang semula berwujud mini dress, bertransformasi menjadi sebuah body corset dan dirombak oleh tangan desainer lain, yaitu Anthony Ladd Canney. Seorang desainer asal amerika yang terkenal selalu merancang kostum panggung.
Dua kabar membanggakan dari dua ranah yang berbeda ini tak hanya membanggakan para pecinta film dan fashion di negeri ini, tetapi juga turut mengharumkan nama Indonesia di dunia internasional.