“Maaf, Kami sudah Melakukan yang Terbaik.”

Common Sense

Kalimat yang menjadi tajuk dari artikel ini tentu tak lagi asing. Ya, kalimat tersebut kerap kali diucapkan oleh seorang dokter ketika keluar dari ruangan operasi untuk memberikan kabar buruk. Beberapa mungkin pernah mendengarnya dari layar kaca. Atau, mungkin mendengar secara langsung. Bagaimanapun itu, tentu pedih jika Anda berada di posisi pendengar.

Sebagai penerima kabar, tentu Anda bertanya-tanya atau bahkan meraung. Apakah yakin tidak ada lagi yang bisa dikerjakan? Apakah sungguh segala jerih payah telah dikerahkan? Apakah benar-benar terbaik yang dilakukan? Namun, bagaimana dengan sang pemberi kabar?

Saya pernah menyaksikan sebuah serial televisi yang menceritakan tentang kehidupan para dokter. Tentu ditemukan beberapa adegan yang terjadi di dalam ruangan operasi. Intens, begitu menegangkan. Para dokter tentu menggunakan segala cara medis yang tepat demi menyelamatkan nyawa sang pasien. Namun, terkadang takdir berkata lain. Tidak semua nyawa terselamatkan.

Hal ini membawa saya pada sebuah pemikiran. Ya, tidak semua nyawa terselamatkan. Tidak semua hal di dunia ini dapat dipertahankan. Beberapa harus direlakan. Beberapa memang tidak ditakdirkan untuk selamanya bersama. 

Lalu, apa yang harus dilakukan? Menyerah begitu saja tanpa perlawanan? Tentu, tidak. Belajar dari setiap dokter yang senantiasa mengusahakan hal terbaik. Apapun itu, lakukan yang terbaik. Dalam kesehatan, keluarga, pengembangan diri, hubungan, apapun itu. 

Meskipun berujung pada kekecewaan, saya pribadi lebih memilih untuk tetap mengusahakan yang terbaik ketimbang harus duduk diam. Karena jika harinya tiba dimana saya harus melepaskan, saya melepaskan dengan lapang dada, mengetahui bahwa tidak ada lagi yang saya bisa lakukan. Saya sudah belajar dengan giat, jika universitas itu bukan tempat saya, bisa apa? Saya sudah menjawab setiap pertanyaan dari penguji dengan baik, namun jika pekerjaan itu bukan untuk saya, bisa apa? Saya sudah memberikan waktu, pikiran dan tenaga saya dalam hubungan tersebut, namun jika dia memilih untuk tetap meninggalkan, bisa apa?

Ketika Anda telah mengusahakan yang terbaik, peduli apa dengan kata orang? Mereka bisa berkata bahwa Anda terlalu cepat menyerah dan  putus asa. Namun, pada akhirnya, bukankah hanya Anda yang mengetahui pasti batas mana yang sudah Anda lampaui untuk mempertahankannya? Bukankah hanya sang dokter yang tahu pasti bahwa mereka sungguh telah mengusahakan yang terbaik? Apa lagi yang harus disesali? Lepaskan. Lanjutkan kehidupan.