Life is a Movie, Actually!

Yang namanya toxic…ya tetap toxic!

Common Sense

 

Apa yang membuat musim gugur ini terasa spesial? Selain selebrasi pekan mode dari empat pusat mode dunia, Milan, Paris, London dan New York. Disisi lain industri perfilman pun turut sibuk menyuguhkan beragam film yang menjadi pembicaraan dunia, diantaranya Blonde dan Dahmer. Keduanya sama – sama menjadi menarik perhatian publik melalui alur hidup yang kontraversi. Namun entah mengapa semakin mengupas sisi lain dari kesehatan mental seseorang, justru semakin menarik perhatian untuk ditonton.

 

Bagi saya yang tumbuh di tahun 90-an saat dimana sarana hiburan hanyalah televisi dan radio. Tentu menjadikan saya banyak menghabiskan waktu di depan televisi, mulai dari menikmati kartun di pagi hari, menunggu video clip favorit yang menjadi selingan program TV, hingga menghabiskan waktu untuk berbagai serial lokal dan internasional.  Yang saya ingat dari masa itu adalah saya hanya pasrah dengan beragam program yang televisi tayangkan. Apakah itu mendidik atau tidak, yang pasti saya terhibur dan loyal untuk menunggu tayangan favorit disetiap minggu dan jamnya. Mungkin dalam bahasa kekinian saat ini adalah ‘gabut’.

 

 

Foto: Ksenia Chernaya - pexels.com

 

Tahun 90-an yang merupakan masa transisi dari sesuatu yang sifatnya manual menuju digital, dapat dikatakan cukup sederhana namun tetap tidak terasa kuno. Dan yang saya ingat dari masa itu banyak film bertema percintaan dan perselingkuhan. Seolah pada masa itu masalah hidup manusia hanya kedua hal tersebut. Dicintai atau dikhianati. Dan sosok protagonis pun selalu menjadi pahlawan di hati pemirsa. Mayoritas alur cerita selalu membagi pemerannya dalam dua sisi, yakni sisi jahat dan baik hati. Dan pemeran baik hati akan selalu menang diakhirnya. Pesan moral yang ditanamkan adalah menjadi karakter baik akan mendapatkan hasil akhir yang gemilang. Sementara tidak pernah terpikirkan kalau moralitas yang diajarkan adalah sebuah toxic positivity. Yang namanya toxic…ya tetap toxic, tidak ada yang positif. 

 

Selang waktu berjalan dan kehidupan semakin bervariasi, perfilman pun semakin berkembang. Jika dulu kisah yang disuguhkan adalah perselingkuhan, kini alur cerita pun diciptakan semakin kompleks. Kehidupan 30 tahun lalu yang digambarkan dalam sisi hitam dan putih, kini selalu digambarkan dalam sisi abu-abu. Seolah manusia tidak mempunyai kedua sisi dasar. Bahkan kisah seorang kanibal pun digambarkan layaknya seorang pahlawan. Kehidupan manusia saat ini selalu digambarkan dalam keadaan dimana mereka harus berusaha untuk melawan musuh dalam dirinya sendiri, yaitu penguasaan kestabilan mental.

Foto: Martin Lopez - Pexels.com

 

Film sebenarnya diangkat dari ceruk hidup manusia yang didramatisir oleh suatu adegan, mengartikan bahwa film sesungguhnya pengambaran dari kisah manusia sehari-hari. Maka jika pada tahun 90-an semua film lebih banyak bertemakan perselingkuhan, apakah artinya dimasa tersebut begitu banyak manusia yang berselingkuh? Seperti Inem pelayan seksi yang menggoda majikannya. Sementara saat ini semua film lebih banyak mengangkat film bertemakan kesehatan mental, layaknya Dahmer dan Blonde. Apakah artinya saat ini banyak manusia yang kesehatannya terganggu? Well, jawabannya saya kembalikan lagi kepada Anda.

 

Bagaimana pun film adalah suatu cerminan kehidupan, dengan semakin banyak kisah manusia yang dituangkan di dalamnya, artinya setiap orang yang menontonnya harus dapat membuka pemikirannya. Bahwa diluar sana ada jutaan manusia yang memiliki alur hidup yang berbeda dari yang Anda ketahui, tidak ada yang seragam. Dan tugas kita adalah bukan menghakiminya tetapi mengambil pelajaran apa yang baik bagi Anda. 

Foto: Burak The Weekender - Pexels.com