Kolaborasi Kekinian

Alasan kolaborasi padahal cuma pengen gratisan.

Common Sense

 

Kolaborasi, entah sejak kapan aktivitas kerjasama antara dua orang/perusahaan ini menjadi suatu proses yang ditempuh untuk menghasilkan suatu visi yang sama. Yang pasti sudah sejak lama semenjak jaman nenek moyang kita pastinya.

 

Kolaborasi sendiri berasal dari kata co dan labor yang berarti 'penyatuan tenaga' atau 'peningkatan kemampuan untuk meraih tujuan yang telah disepakati bersama-sama. Kata kolaborasi cenderung digunakan ketika proses penyelesaian kerja melalui lintas batas, sektor, dan hubungan.

 

Secara luas, kolaborasi berarti terjadinya kerja sama di antara dua atau lebih orang atau institusi yang saling mengerti permasalahan satu sama lain dan berusaha memecahkan masalah secara bersama. Spesifiknya, kolaborasi adalah kerja sama yang intensif untuk mengatasi permasalahan kedua pihak secara bersamaan.

Photo: Cottonbro Studio

 

Saat ini kolaborasi tak hanya dilakukan oleh pelaku dari sektor pekerjaan yang berbeda, melainkan dalam suatu project kecil yang sifatnya digital, dalam kata lain media sosial. Seperti pembuatan konten pada umumnya. Seperti dalam industri fashion photography saat ini semakin marak pembuatan konten antara stylist, fotografer, make up artist dan model. Dan pula semakin merambah kepada public figure yang turut tak ketinggalan mengejar konten dengan tim produksi yang cukup serius. 

 

Dapat dikatakan semakin menjamur project kolaborasi konten untuk media sosial. Di satu sisi aktivitas yang kolaborasi antar pelaku industri ini cukup membuat denyut industri entertainment dan fashion semakin bewarna. Dan dapat dirasakan bahwa sinergi antara lintas sektor semakin kuat di mata khalayak. Namun disisi lainnya, alasan kolaborasi ini dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang kurang bertanggung jawab.

 

Tentu dalam artikel ini saya tidak akan menyebutkan label tersebut. Namun seperti yang saya perhatikan, tidak sedikit yang memiliki pandangan seperti saya. Sebagai contoh, saat ini dengan alasan untuk menggejar awareness, para public figure, fotografer, studio, stylist dan mungkin make up artist dengan jiwa sosial yang tinggi, rela bekerja tanpa kompensasi. Tujuan dari kolaborasi ini mungkin dengan visi yang sama. 

 

Namun seiring waktu berjalan yang terjadi justru oversaturated, dan imbas ditimbulkan adalah rusaknya pasar bisnis, persaingan harga sudah lagi tidak dalam standar yang seharusnya. Rasanya inilah yang terjadi dalam industri kreatif, khususnya fashion saat ini. Sehingga perputaran bisnis tidak berjalan semestinya. Sebagai contoh project catalogue atau ad campaign saat ini jarang sekali yang ber-budget produksi sesuai standar layaknya 10 tahun lalu. Dan lagi-lagi alasan collab project dikedepankan. 
 

Photo: Thirdman - Pexels.com

 

Sementara bagi mereka yang memiliki berjuta-juta pengikut di media sosial, pun memanfaatkan positioning tersebut dengan alasan sharing traffic. Kesempatan ini pun tak hanya sekedar kepentingan konten belaka, tetapi hingga merambah ke hari pesta pernikahan mereka yang bersifat personal. Yang sangat memalukan adalah untuk hari sakral yang katanya hanya terjadi sekali seumur hidup itu pun masih mengandalkan gratisan. Dimana-mana yang gratis itu yah hanya doa, mau bahagia yah harus bayar.

 

Saya tidak menyalahkan jika Anda memang mempunyai jiwa sosial yang tinggi, dan ingin menabung kebaikan untuk di akhirat nanti. Tetapi musti diingat bahwa tagihan listrik sudah menanti diambang pintu. 

 

Kolaborasi sesungguhnya hanya mengguntungkan salah satu pihak semata. Untuk itu pastikan jeli dalam memilih kolaborasi yang tepat.  

 

 

Opening photo by Harrison Haines - Pexels.com