Sebagai bagian dari program Geber (Gerak Bersama) Budaya Jakarta, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bersama Jakarta Philharmonic Orchestra (JPO) mempersembahkan Perayaan Kebangsaan “Satoe Indonesia”, yang digelar di Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki, pada 8 November 2025. Semangat kebangsaan yang hadir melalui harmoni musik mengangkat narasi tentang peran pemuda dari masa ke masa. Mulai Sumpah Pemuda, perjuangan kemerdekaan, hingga generasi muda hari ini.
Di bawah arahan Aminoto Kosin, sebanyak 54 musisi, 28 anggota paduan suara, lima penyanyi, dan satu grup band berpadu dalam satu panggung. Karya - karya dari WR Supratman, Mochtar Embut, Ibu Soed, Ismail Marzuki, Alfred Simanjuntak, Titiek Puspa, Koes Plus, Guruh Soekarno Putra, Syaiful Bahri, Bing Slamet, dan Gombloh mengalir dalam aransemen yang menghubungkan sejarah dengan semangat zaman kini.

Dari awal hingga akhir, konser ini berjalan seperti rangkaian cerita yang mengalir lembut namun penuh tenaga. Saya dibuat terpukau oleh keseluruhan pertunjukan terutama saat Gabriel Harvianto membawakan “Juwita Malam”. Aransemennya terasa begitu segar tanpa kehilangan sentuhan klasiknya; lembut, elegan, dan hangat. Tak lama setelahnya, panggung kembali hidup lewat lagu “Tiga Dara” yang dibawakan oleh Aimee Saras, Galabby Thahira, dan Lea Simanjuntak. Tiga suara perempuan ini berpadu indah, menghadirkan energi yang ceria namun tetap anggun, sebuah penghormatan manis untuk era keemasan musik Indonesia.
Para penampil malam itu, seperti Aimee Saras, Endah Laras, Gabriel Harvianto, Galabby Thahira, Lea Simanjuntak, dan /Rif, masing - masing menghadirkan interpretasi terhadap lagu-lagu kebangsaan yang akrab di telinga publik. Salah satu momen paling berkesan datang ketika Lea Simanjuntak tampil dalam balutan busana Sebastian Gunawan. Kemewahan busana yang berpadu dengan kekuatan vokalnya menciptakan suasana elegan sekaligus membumi.

Bagi Jakarta Philharmonic Orchestra, Satoe Indonesia adalah lebih dari sekadar pertunjukan. Ini adalah panggilan untuk memperluas makna harmoni bukan hanya di atas panggung, tapi juga dalam kehidupan sosial dan budaya kota. “Visi kami adalah menjadikan lagu - lagu Jakarta menjadi lagu dunia, dan Jakarta sebagai salah satu panggung orkestra di dunia,” ungkap Aminoto Kosin, conductor sekaligus music director JPO.
Sejarah panjang yang berawal dari Batavian Staff Orchestra di tahun 1904 hingga kini menjadi Jakarta Philharmonic Orchestra (JPO) terus menjadi nada penting dalam perjalanan musik kota global Jakarta. Melalui Satoe Indonesia, orkestra ini kembali menegaskan bahwa seni dapat menjadi jembatan yang menyatukan generasi, mengingatkan bahwa keberagaman bukan melulu tentang perbedaan, melainkan tentang sumber harmoni yang terus hidup.