Di sebuah malam pertengahan Juni, rasa penasaran saya kembali muncul. Saat itu saya menuju kawasan Gunawarman, di mana sebuah restoran baru bernama Casa de Carne terletak. Sudah lama saya tidak dibuat penasaran gara-gara sebuah restoran, seperti malam itu, mengingat sudah lama pula dunia kuliner Jakarta menawarkan konsep yang seragam dan itu-itu saja, hingga sempat membuat saya tak lagi semangat. Sebelum berangkat, saya mendapat informasi bahwa hanya orang terpilih yang dipersilakan menikmati hidangan mewah di restoran yang sebenarnya sudah dibuka sejak tahun lalu ini. Jujur, bahkan selama setahun itupun saya tak pernah tahu keberadaan restoran tersebut.
Casa de Carne mengangkat konsep khusus keanggotaan, mengedepankan eksklusivitas dan tentunya kualitas. Mulai 6 Juli 2019 mendatang, masyarakat non-anggota juga dapat bersantap di restoran ini, namun harus melakukan reservasi untuk menikmati hidangan di hari Sabtu, pukul 18:30 sampai 20:30 WIB atau 21:00 sampai 23:00 WIB. Konon, itupun harus diseleksi terlebih dahulu. Begitupula dengan konsep keanggotaannya. Meski Anda dapat membayar biaya keanggotaan tahunan yang terbilang tidak murah, Anda masih tetap harus diseleksi terlebih dahulu oleh manajemen Casa de Carne. Jika Anda sudah menjadi salah seorang anggota dan ingin mengajak kawan untuk bersantap di restoran ini, Anda perlu menginformasikan nama-nama kawan Anda yang hendak Anda undang. Privacy is indeed the new luxury.
Ketika roda kendaraan yang saya tumpangi berhenti di depan salah satu rumah mewah di Jalan Daksa, saya dan sang pengemudi sama-sama ragu apakah kami sudah sampai di tujuan yang tepat. Pasalnya, bahkan Casa de Carne tidak memiliki plang sama sekali. Untunglah salah seorang petugas menghampiri, mengonfimasi bahwa rumah dengan penerangan temaram di hadapan kami benar Casa de Carne.
Petualangan bersantap saya di restoran ini berawal ketika pintu kayu besar dibuka. Bahkan ketika masuk, Anda tak langsung sampai di dining area. Setelah melewati sebuah lorong dan mendorong pintu, barulah Anda disambut oleh bar dengan wallpaper bermotif, serta penerangan yang jauh lebih temaram. Area santap utama di restoran ini dapat menampung hingga 40 orang. Terdapat beberapa private room di lantai dua dan juga swimming pool untuk beragam acara, arisan salah satunya.
Nama besar di balik dapur Casa de Carne tak lain adalah Chef Hengky Efendy. Dengan senyum ramah, ia menyapa saya malam itu. "Hey, Andreas! Masih di CLARA?" tanyanya penuh keramahan. Perjalanan karir Chef Hengky di bidang kuliner rasanya memang sepadan dengan kemewahan yang ditawarkan oleh Casa de Carne. Selama 10 tahun, ia bekerja di restoran milik seorang celebrity master chef dunia, Gordon Ramsay. Ia berpengalaman menyajikan hidangan di restoran di Jepang, Maladewa, Swiss, London, dan New York.
"Dengan daging berkualitas tinggi, dikombinasikan dengan suasana mewah dari Ambrosia Private Members Club, para tamu akan memasuki pengalaman international dining yang dibuat oleh Casa de Carne"
- Chef Hengky Efendy
Saya merasa sungguh beruntung berkesempatan menyantap hidangan di Casa de Carne, yang mungkin akan menjadi pengalaman sekali seumur hidup. Dengan konsep eksklusivitas dan kemewahan yang dijunjung tinggi, tentu para penikmat kuliner memiliki ekspektasi tinggi akan kualitas makanan di restoran ini. Malam itu, saya mencicipi Medula Osea de Res - Beef Bone Marrow yang creamy dan gurih. Sher Wagyu Prime Cuts juga dengan lahap saya nikmati. Teksturnya kenyal sempurna, tidak terlalu keras juga tidak terlalu lembut, sesuai dengan preferensi saya untuk sebuah wagyu.
Di sela-selanya, saya juga menghabiskan Caesar Salad with Smoked Salmon dari meja prasmanan, juga Pulpo ala Galegga - Smoked Octopus yang tak kalah gurih. Santap malam saya diakhiri dengan Pie de Manzana - Apple Pie, Cinammon sebagai hidangan penutup. Dari semuanya, yang juga tak kalah berkesan adalah signature cocktail, serta seleksi wine malam itu yang menurut saya sungguh pas dan nikmat.
Meski mungkin konsep khusus keanggotaan dari Casa de Carne ini tergolong baru di Jakarta, bahkan Indonesia pada umumnya, restoran ini justru mengingatkan saya akan arti bersantap yang sesungguhnya. Di deru pertempuran kuliner yang kini juga tengah diterpa ombak digital untuk berlomba menjadi populer, restoran ini justru berani melawan arah, menawarkan apa yang restoran lainnya tak punya: eksklusivitas. Seems like you are not needed here, social media posts!