#CLARAGetsRelatable with LANY's Malibu Nights!

Haute Culture

Kurang dari satu bulan menuju konser LANY yang akan dilangsungkan pada tanggal 13 dan 14 Agustus 2019. Kali pertama saya menyaksikan penampilannya di tahun 2017 lalu, saya langsung jatuh hati. Padahal, sebelumnya saya hanya menikmati satu lagu yang tak lain adalah ILYSB. Yes, "I love you so bad," said Paul before. Siapa yang menyangka bahwa di album selanjutnya ia justru mengatakan, "I don't wanna love you anymore.". Entah kebetulan macam apa, namun saya yang di saat itu sedang patah hati pun dengan mudah merasakan apa yang Paul rasakan. So, whoever broke his heart, I wanna thank you from the deepest of my heart.

"From the start, I never thought I'd say this before. But, I don't wanna love you anymore." Yes, who would have ever thought? Siapa yang mengetahui akhir cerita dari sebuah hubungan. Siapa yang mengetahui apakah api yang membara akan terus menyala dan bukan justru padam dalam hitungan bulan? Kata orang, akhir dari pacaran hanya ada dua, kalau tidak menikah ya putus. Nyatanya, mengetahui fakta ini pun tidak membuat rasanya lebih sedikit menyakitkan.

Sebagai pasangan, janji untuk selalu ada di setiap masa kehidupan menjadi sesuatu yang terlalu mudah untuk diucapkan. Ya, tanpa benar-benar diaminkan. "Now you're out the door. Just one mistake you say you're not in love no more. But, was it really love if you can leave me for something so innocent? Is this the end? Thought you'd be there through thick and thin." Katanya setia, nyatanya tiada. Kesalahan-kesalahan yang mampu ditoleransi di awal hubungan menjadi sebuah bom waktu yang akan menyerang saat waktunya tiba. Ya, saat rasa sudah memudar dan yang tersisa hanyalah penyesalan. Mengapa dulu mudah?

Namun, tiada rasa benci dan kecewa yang cukup hebat untuk membuat mereka yang ditinggalkan mampu dengan mudah melupakan. It's never easy, it will never be I guess. Kebiasaan-kebiasaan kecil akan kembali mengingatkan tentang bagaimana hubungan tersebut terjalin sebelumnya. Seperti menerima pesan selamat pagi saat memulai hari, melewati jalan yang biasa dilewati, atau ya, sesederhana mendengar potongan lirik dalam sebuah lagu. "I tried to go out, but every time I leave the house something reminds me of what's now behind me." No, to be exact, at that moment, everything reminded me of what's behind me.

Detik ini, saya mampu melihat jelas bahwa hubungan yang saya miliki saat itu sudah tak lagi sehat dan memang sudah layaknya berakhir. Namun, saat itu, segala upaya saya lakukan untuk berusaha mempertahankan. "So, baby won't you slow down? This can make or break us. Hold out, spend the night and wake up. 'Cause right now I can't seem to show you. We can go back, we can go back." Di masa itu, saya pikir saya mampu mengubah segalanya menjadi seperti awal. Setiap pertengkaran hanyalah sebuah ujian untuk membuat hubungan tersebut menjadi lebih kuat, bukan? But, you know what? It's meant to be broken. Tak peduli seberapa kuat saya berusaha, tidak ada gunanya jika hanya satu orang yang mau mencoba. Yes, a relationship needs "us", not only "me".

"How am I supposed to move on if you don't know what's really wrong, but.." Ya, saya tidak sungguh-sungguh memahami alasan di balik berakhirnya hubungan tersebut. Bahkan, jika sampai saat ini ada yang bertanya apa penyebabnya, saya hanya mampu menjawab, "sudah tidak cocok." Semakin saya mencari tahu, semakin saya tidak menemukan jawabannya. Yet, one thing you should know, moving on is a process. Satu hari Anda merasakan bahwa Anda sudah siap berlari, namun di hari berikutnya mungkin Anda kembali harus terjebak dalam memori. Hal ini tidak membuat Anda lemah, tidak membuat Anda kalah. It makes you realize that what you had was once real. It makes you human.